Profesor Pidana Koreksi Pemahaman atas ‘Pasal Santet’
RUU KUHP:

Profesor Pidana Koreksi Pemahaman atas ‘Pasal Santet’

Pelaku bisa dijerat jika mengklaim secara terbuka punya kekuatan gaib untuk hal-hal yang negatif.

Oleh:
MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit

Anggota Komisi III DPR, Aboe Bakar Al Habsyi, menyatakan punya pandangan yang sama dengan pemikiran Mardjono. Penyebutan istilah pasal santet, diakui politisi PKS ini, telah menyesatkan pemahaman publik. Apalagi rumusan tersebut belum pernah dibahas DPR dan Pemerintah. DPR masih akan menerima masukan dari tokoh-tokoh hukum, agama, dan organisasi masyarakat.

Namun, Direktur Advokasi YLBHI Bahrain menilai masuknya rumusan Pasal 293 sebagai langkah mundur. Salah satu yang mengusik rasionalitas hukum pasal itu adalah pembuktian kekuatan gaib. “Pembuktian yang jelas saja kita sudah berdebat. Apalagi jika pembuktiannya tidak jelas,” ujarnya.

Kondisi yang paling dikhawatirkan Bahrain adalah dampak negatifnya. Sebab, dengan main tunjuk saja, seseorang bisa menuduh orang lain sebagai dukun santet.

Kekhawatiran Bahrain ditepis Prof. Mardjono. Pasal 293 RUU KUHP justru berusaha mencegah jangan sampai terjadi main tunjuk. Rumusan pasal ini memang tak lepas dari pengalaman traumatis atas kasus-kasus pembunuhan dukun santet di sejumlah daerah seperti di Banyuwangi, Jawa Timur. Selama ini, polisi berkilah tak bisa menjerat dukun santet, sehingga warga main hakim sendiri. Pasal 293 justru mencegah tindakan main hakim sendiri.

Di satu sisi, orang yang mengklaim secara terbuka punya kekuatan gaib untuk perbuatan buruk bisa dipidana maksimal lima tahun. Di sisi lain, orang yang dituduh secara serampangan sebagai dukun santet bisa diproses oleh polisi sehingga tak ada tindakan main hakim sendiri. “Pasal 293 RUU KUHP ini bertujuan untuk melindungi korban tuduhan santet,” jelas Prof. Mardjono.

Tags:

Berita Terkait