UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) telah disepakati oleh pemerintah dan DPR beberapa waktu lalu. Reformasi dari undang-undang ini bertujuan untuk menguatkan kewenangan dan tata kelola kelembagaan di sektor keuangan Indonesia.
UU PPSK hadir untuk menekankan mengenai independensi dan peran otoritas seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). adanya perubahan dalam UU PPSK akan memperkuat kredibilitas dari masing-masing otoritas.
Kehadiran UU ini juga sebagai upaya menjaga kepercayaan konsumen dan masyarakat dalam menggunakan produk keuangan. Kemudian, OJK juga mendorong transformasi digital edukasi keuangan melalui pemanfaatan Learning Management System yang merupakan edukasi keuangan dan mengintensifkan penggunaannya dengan menjalin aliansi strategis dengan kementerian atau lembaga terkait.
Baca Juga:
- Kenali Restorative Justice untuk Konsumen di Sektor Keuangan
- Wadahi Penyelesaian Sengketa Jasa Keuangan, LAPS SJK Terima 2.867 Ribu Pengaduan
OJK pada dasarnya mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan Indonesia serta melindungi konsumen dan masyarakat. Dalam UU PPSK, konsumen diartikan sebagai orang yang memiliki dan atau memanfaatkan produk dan atau layanan yang disediakan oleh pelaku usaha di sektor keuangan.
“Konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di lembaga jasa keuangan antara lain nasabah pada perbankan, pemodal di pasar modal, pemegang polis pada perasuransian, dan peserta pada dana pensiun berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan,” ucap Sardjito selaku Deputi Komisioner Perlindungan Konsumen OJK dalam kuliah umum online, pada Jumat (12/5) lalu.
Dalam pelaksanaanya, OJK memiliki tiga tujuan dalam mencapai tujuannya, hal ini tertuang dalam Pasal 8 UU PPSK terkait perubahan Pasal 5 UU OJK, yaitu: