Reformasi Perizinan Berusaha di Indonesia: Sebuah Catatan
Kolom

Reformasi Perizinan Berusaha di Indonesia: Sebuah Catatan

OSS akan berjalan dengan efektif bila masing-masing kementerian dan daerah telah menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumahnya.

Bacaan 2 Menit

Kedua, OSS dilakukan secara online. Tidak terbayang bila saat pandemi Covid-19 seperti saat ini kita belum memiliki OSS. Mungkin dampak negatifnya ke dunia usaha akan lebih jauh lagi karena pemrosesan izin usaha bisa berhenti karena sebelum adanya OSS proses perizinan masih banyak prosesnya menggunakan mekanisme tatap muka, review dan approval dokumen secara manual, dan pengajuannya dilakukan secara berjenjang tergantung dari skala usahanya. Dengan adanya OSS semua diproses oleh sistem dan online.

Ketiga, semua bentuk perusahaan dan perizinan usaha akan diproses melalui OSS ini kecuali yang berkaitan dengan keuangan dan sumber daya mineral. Bukan hanya perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas baik untuk penanaman modal asing atau penanaman dalam negeri saja, untuk perusahaan perorangan yang izinnya berupa Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) sekalipun juga diproses izinnya di OSS.

Selanjutnya, salah satu terobosan paling penting dari OSS adalah diberlakukannya Nomor Induk Berusaha (NIB), yang berlaku sebagai Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Angka Pengenal Importir, dan Akses Kepabeanan. NIB diproses sebelum tahap pengajuan izin usaha. Untuk bisa mendapatkan NIB, perusahaan harus memastikan data-data dan informasi yang mereka miliki sudah dimutakhirkan agar proses penarikan data oleh OSS bisa berjalan dengan baik. Kalau tidak, artinya perusahaan harus melakukan penyesuaian terlebih dahulu.

OSS juga memperkenalkan pemrosesan Izin Usaha--yang tidak memerlukan pemenuhan komitmen dan Izin Usaha yang memerlukan pemenuhan komitmen. Izin usaha tidak memerlukan pemenuhan komitmen dan izinnya bisa langsung berlaku efektif salah satunya bila kegiatan usaha yang dijalankan pelaku usaha tidak memerlukan prasarana. Yang dimaksud prasarana adalah adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu usaha dan/atau kegiatan. Misalnya gedung, pabrik, unit pengolahan limbah dan lahan (Penjelasan Pasal 31 ayat 2 dan 3 PP No.24/2018). Alur perizinan usaha yang seperti ini sangat cocok untuk mendukung perkembangan UMKM, startup, dan industri kreatif yang pengembangannya berbasiskan pada inovasi dan kreativitas tanpa memerlukan fasilitas fisik.

Lebih jauh lagi, baru-baru ini BKPM dan Kementerian Perdagangan telah menerbitkan dua aturan terbaru yang mengatur lebih detail mengenai pedoman OSS di sektor perdagangan. Beberapa poin penting yang diatur di Peraturan Kepala BKPM No.1/2020 dan Peraturan Menteri Perdagangan No.8/2020 ini adalah pemetaan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), tingkat layanan (Service Level Agreement/SLA), dan tipe izin usaha. Diharapkan, kementerian dan pemerintah daerah juga menyusun dan menerbitkan aturan serupa, yang lebih detail, dan yang terpenting sesuai dengan porsi kewenangannya.

Dari waktu ke waktu sistem OSS terus dilakukan penyempurnaan baik dari segi teknis, peraturan, maupun pengawasan. Mulai dari migrasi dari OSS 1.0 ke 1.1 hingga rencana pemerintah untuk mengubah pendekatan perizinan usaha dari License Based Approach (LBA) menjadi Risk Based Approach (RBA) melalui RUU Cipta Kerja.

OSS akan berjalan dengan efektif bila masing-masing kementerian dan daerah telah menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumahnya, di antaranya menyusun peraturan teknis yang sejalan dengan PP No.24 Tahun 2018, adanya SLA yang dijalankan secara konsisten, mengintegrasikan sistem pemroses perizinan di dengan Lembaga OSS, dan memiliki sistem untuk melakukan pengawasan terhadap izin usaha yang sudah dikeluarkan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait