Resmi, PPAT Batal Diberi Izin Melakukan Pengukuran Bidang Tanah
Berita

Resmi, PPAT Batal Diberi Izin Melakukan Pengukuran Bidang Tanah

Larangan itu tegas disebut dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 33 Tahun 2016. Di mana kewenangan pengukuran bidang tanah diberikan kepada perorangan ataupun Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi (KJSKB) berbentuk firma.

NNP
Bacaan 2 Menit
Sekjen Kementerian ATR/BPN M Noor Marzuki (kanan). Foto: Humas Kementerian ATR/BPN
Sekjen Kementerian ATR/BPN M Noor Marzuki (kanan). Foto: Humas Kementerian ATR/BPN
Wacana agar Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diberikan kewenangan melakukan pengukuran bidang tanah akhirnya resmi diputuskan. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam aturan terbarunya tegas menyebut bahwa profesi PPAT dilarang merangkap jabatan sebagai juru ukur tanah.

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, M Noor Marzuki menuturkan bahwa sasaran kinerja kementerian tahun 2017 akan meningkat secara akseleratif menjadi lima kali lipat dari tahun sebelumnya. Target pendaftaran tanah 1 juta sertifikat tahun 2016 menjadi 5 juta sertifikat pada tahun 2017. Oleh karenanya, pemerintah telah mengidentifikasi hambatan serta melakukan terobosan untuk melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematis.

“Soal petugas ukur, kita akan melakukan swastanisasi, Permen (Peraturan Menteri) sudah diterbitkan,” ujar Noor dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/11).

Peraturan yang dimaksud Noor adalah Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 33 Tahun 2016 tentang Surveyor Kadaster Berlisensi. Aturan tersebut diteken Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A Djalil sejak 20 Oktober 2016 dan sudah mulai berlaku sejak tanggal 26 Oktober 2016 kemarin. (Baca Juga: Pesan Pejabat BPN Buat Calon PPAT: Jangan Cuma ‘Investasi Jabatan’)

Secara umum, aturan tersebut memberikan kewenangan kepada perorangan ataupun Kantor Jasa Surveyor Kadaster Berlisensi (KJSKB) berbentuk firma untuk menerima pekerjaan langsung dari Kementerian ATR/BPN atau dari masyarakat. (Baca Juga: Properti Swasta Monopoli Tanah, BPN akan Terbitkan PP Bank Tanah)

Dalam aturan tersebut, juga diatur mengenai Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang nantinya menjadi tanggungan masyarakat ketika membuat sertifikat. Dikatakan Noor, BPN telah menyiapkan sistem ‘BPHTB Terhutang’ di mana masyarakat tetap bisa mendapatkan sertifikat meskipun belum membayar BPHTB.

“Nanti akan tertulis (di sertifikat) BPHTB terhutang, sewaktu-waktu mau dijual atau digadaikan harus dilunasi dulu,” kata dia.

Sementara itu, Pasal 22 huruf g Permen ATR/Kepala BPN Nomor 33 Tahun 2016 mengatur delapan jabatan yang dilarang dirangkap oleh KJSKB, Surveyor Kadaster, maupun Asisten Surveyor Kadaster. Pada butir ke-lima, tegas disebut profesi PPAT dilarang merangkap pekerjaan tersebut. (Baca Juga: Kalangan Notaris dan PPAT Bersuara Soal Operasi Anti Pungli)

Selain PPAT, profesi lain yang dilarang dirangkap adalah advokat, konsultan hukum atau penasihat hukum, pegawai negeri, pegawai BUMN, pegawai swasta, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), pimpinan pada sekolah, perguruan tinggi negeri maupun swasta, penilai tanah, mediator, serta jabatan lain yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

Sebagaimana diwartakan hukumonline sebelumnya, wacana pemberian izin pengukuran bidang tanah kepada PPAT sempat mengemuka. Kebetulan, Noor sendiri yang melontarkan wacana tersebut saat memberikan sambutan dalam acara “Pendidikan dan Pelatihan dalam Rangka Mempersiapkan PPAT yang berkualitas dan Berintegritas” yang digelar di Jakarta akhir Agustus 2016 kemarin. (Baca Juga: PPAT Akan Diberi Izin Lakukan Pengukuran Bidang Tanah)

Pada kesempatan itu, Noor mengatakan bahwa BPN hanya memiliki 2.000 petugas ukur di seluruh Indonesia. Jumlah itu dinilai tidak sebanding dengan permohonan pengukuran bidang yang dimohonkan masyarakat yang setiap hari masuk ke BPN. waktu itu, ia coba mengusulkan wacana itu kepada Menteri ATR/Kepala BPN.

Senada dengan Noor, Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Hikmad (dulu masih sebagai Direktur Pengaturan dan Pendaftaran Hak Tanah, Ruang, dan PPAT) dalam acara yang sama berpendapat bahwa secara hukum PPAT telah memiliki wewenang mengukur bidang tanah. Sebab, ruang lingkup pekerjaan PPAT berkaitan dengan pemeliharaan data dan pendaftaran tanah.

Mesti dipahami, kegiatan pendaftaran tanah meliputi dua kegiatan utama, yakni pendaftaran tanah untuk pertama kali dan satu hal lagi adalah pemeliharaan data pendaftaran tanah. Artinya, lingkup pekerjaan notaris termasuk dalam kegiatan pendaftaran tanah secara umum. (Baca Juga: Menteri Sofyan Sudah Setuju Soal PPAT Jadi Juru Ukur Bersertifikat)

Pasal 6 ayat (2)  PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah  bahwa: “Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”.

“Itu sudah meliputi pengukuran dan pemetaan, secara genaralis sudah terakomodir. Permasalahan yang ada adalah kekurangan tenaga ukur. Bisa saja nanti membantu kita untuk pengadaan tenaga ukur. Saat ini sudah terbuka peluang (bagi PPAT,- red), silahkan,” kata Hikmad.

Terlepas dari hal itu, menurutnya, yang terpenting adalah mengenai tanggung jawab hukum apabila hasil ukur yang dilakukan oleh PPAT ternyata memunculkan potensi sengketa atau gugatan di bidang pertanahan. Selain itu, penting juga dipikirkan mengenai pengawasan terhadap kendali mutu atas hasil ukur yang dilakukan.

Baginya, BPN lah yang tetap berwenang memegang kendali mutu tersebut. Patut dicatat, Penjelasan Umum PP Nomor 24 Tahun 1997 tegas menyatakan bahwa akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah. “Ini harus segera diambil dan dicari jalan keluarnya. Harapan kami agar ini bisa berjalan tertib,” katanya.
Tags:

Berita Terkait