Ribuan ASN Terpidana Korupsi Masih Terima Gaji
Utama

Ribuan ASN Terpidana Korupsi Masih Terima Gaji

Karena banyak yang menggugat ke PTUN dan gugatannya dikabulkan. Selain itu modusnya, ketika proses hukum masih berlangsung baik sebagai tersangka maupun terdakwa, para ASN itu mengajukan pensiun dini.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Negara jangan rugi lagi

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengingatkan seharusnya ASN yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap diberhentikan dengan tidak hormat. Namun, dalam prosesnya masih ada saja dari mereka yang coba mengakali.

 

Misalnya, ketika proses hukum masih berlangsung baik dalam status tersangka maupun terdakwa, para ASN itu mengajukan pensiun dini. Hal tersebut tentunya menjadi masalah tersendiri, apalagi jika kejadian itu berlokasi di daerah yang pengawasan (kepegawaiannya) cenderung longgar.

 

"Saya kira ini yang jadi masalah di kami. Kuncinya di daerah, kalau tidak negara rugi dua kali, karena dia sudah korupsi tapi dapat (pensiun) terus,” keluh Tjahjo.

 

Mantan Sekjen PDI Perjuangan ini juga mengaku terkejut dengan banyaknya jumlah terpidana yang berstatus ASN aktif. Menurut Tjahjo, memang ada permintaan dari kepala daerah untuk mengganti staf yang merupakan ASN, tetapi permintaan itu tidak mudah diwujudkan karena akan menuai kontroversi.

 

"Saya agak sedikit terkejut, ternyata ada 2.357 ASN (terpidana yang masih aktif dan terima gaji). Memang bupati, walikota gubernur yang mengusulkan pergantian staf, kami kan tidak tahu pegawai di daerah kayak apa, setelah diizinkan baru kami diprotes. Ini satu hal yang menjadi problem dengan ketidakjujuran dengan oknum-oknum di daerah," terangnya.

 

Bukan aktor utama

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan selama ini ASN yang terlibat kasus korupsi tidak selalu merupakan pelaku utama. Kondisi ini pun seharusnya bisa dilihat baik oleh aparat penegak hukum maupun lembaga peradilan. Mereka terlibat korupsi karena terpaksa harus menuruti perintah atasan.

 

Menurut Agus, seharusnya yang dihukum ataupun diproses hukum adalah mereka yang menerima uang, bukan hanya mereka yang menerima perintah dari atasan. "Kalau di KPK, pejabat penerima hasil pekerjaan biasanya jadi saksi. Misalkan, kasus Syaukani, PPK-nya pun hanya jadi saksi, karena mastermind bukan pejabat itu. Ini harus dilihat penegak hukum, jangan sampai mentersangkakan yang seperti itu," ujar Agus mengingatkan.  

 

Kemudian, jika kasus yang bersangkutan telah berkekuatan hukum tetap, maka kewajiban dari jaksa eksekutor untuk segera melaksanakan putusan. Ia harus memberikan informasi kepada biro kepagawaian setempat atau BKN, sehingga putusan dapat dijalankan sebagaimana mestinya.

Tags:

Berita Terkait