RJ Lino "Tembak" Penyidik dan Penyelidik KPK di Praperadilan
Berita

RJ Lino "Tembak" Penyidik dan Penyelidik KPK di Praperadilan

Kuasa Hukum RJ Lino menjelaskan bahwa penyelidik dan penyidik yang melakukan penyelidikan dan penyidikan bukan berasal dari Kepolisian, sehingga penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan tidak sah dan batal demi hukum.

HAG
Bacaan 2 Menit
Richard Joost Lino. Foto: RES
Richard Joost Lino. Foto: RES
Ingin mengulang kesuksesan mantan Ketua BPK Hadi Purnomodi sidang praperadilan, Richard Joost Lino dalam permohonannya menggunakan dalil penyelidik dan penyidik KPK yang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap dirinya merupakan penyelidik dan penyidik yang tidak sah. Hal itu dijabarkan oleh kuasa hukum RJ Lino saat membacakan permohonan praperadilan atas kliennya di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/1).

Maqdir Ismail, Kuasa Hukum RJ Lino menjelaskan bahwa penyelidik dan penyidik yang melakukan penyelidikan dan penyidikan bukan berasal dari Kepolisian, sehingga penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan tidak sah dan batal demi hukum. Penyidik tersebut bernama A. Damanik. Menurut Maqdir, mereka tidak berasal dari kepolisian atau pejabat pegawai negeri sipil.

“Penyidik pada KPK yang bernama A. Damanik bukanlah penyidik sesuai ketentuan UU, karena menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) KUHAP, penyidik harus pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU. Sedangkan A. Damanik telah diberhentikan dari Dinas Polri sesuai dengan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: Kep/948/XI/2014. A. Damanik juga bukan sebagai pejabat pegawai negeri sipil,” jelasnya.

Sedangkan mengenai penyelidik, Maqdir juga dalam permohonan yang dibacakannya menyatakan penyelidik yang melakukan penyelidikan terhadap kliennya merupakan penyelidikan yang tidak sah karena dilakukan oleh penyelidik yang bukan dari anggota kepolisian.

“Hal tersebut terbukti dari Permintaan Keterangan  Nomor: R-362/22/04/2014,  tanggal 01 April 2014, yang ditanda tangani a.n Pimpinan Deputi Bidang Penindakan u.b Direktur Penyelidikan Arry Widiatmoko. Bahwa Arry Widiatmoko, bukanlah pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan tidak pula pernah menjadi  anggota Polisi Republik Indonesia,” jelasnya.

Maqdir juga membacakan bagian pertimbangan dalam putusan Hakim Haswandi saat memeriksa dan mengadili Hadi Purnomo. Dalam pertimbangan tersebut Hakim Haswandi menyatakan KPK tidak memiliki peluang untuk mengangkat penyelidiknya sendiri atau tidak memiliki kewenangan untuk mengangkat penyelidik Independen.

Pertimbangan Hakim Haswandi yaitu “Menimbang, bahwa oleh karena rumusan Pasal 43 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut menegaskan bahwa penyelidik adalah penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, maka tertutup peluang bagi KPK untuk mengangkat penyelidik sendiri yang dikenal dengan penyelidik independent, sebab jika pembuat UU bermaksud memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengangkat penyelidik sendiri dari orang-orang yang sebelumnya belum berstatus sebagai Penyelidik, maka rumusan Pasal 43 ayat (1) UU No.30 Tahun 2002 tersebut setidak-tidaknya menyebutkan bahwa Penyelidik KPK adalah Setiap orang/Setiap pegawai KPK yang mempunyai keahlian dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK menyatakan bahwa KPK tidak memiliki peluang untuk mengangkat penyelidik sendiri atau mengangkat yang dikenal Penyelidik Independen.”

Berdasarkan penelurusan hukumonline, Hadi Purnomo mengajukan permohonan praperadilan atas dirinya tanpa dibantu oleh kuasa hukum. Dia mewakili dirinya sendiri selama persidangan berlangsung sampai dengan tahap Peninjauan Kembali yang diajukan oleh KPK atas putusan Hakim Haswandi yang menyatakan penetapan Hadi Purnomo tidak sah. Namun, berdasarkan pemantauan hukumonline terlihat Maqdir Ismail duduk di kursi pengunjung selama sidang praperadilan Hadi Purnomo berlangsung.

Dalam permohonannya, Maqdir meminta agar Hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka atas diri kliennya dinyatakan tidak sah. Penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh KPK juga dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar hukum.

“Memerintahkan kepada Termohon agar melakukan rehabilitasi dan pengembalian kedudukan hukum sesuai harkat dan martabat Pemohon. Dan memerintahkan Termohon untuk membayar biaya perkara,” jelas Maqdir.

KPK menetapkan Lino sebagai tersangka pada 18 Desember 2015 dengan dugaan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi terkait pengadaan QCC (Quay Container Crane) di Pelindo II tahun 2010. Tiga Unit QCC tersebut ditempatkan di Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak.
Tags:

Berita Terkait