RPP Penyadapan Digagas untuk Mengisi Kekosongan
Berita

RPP Penyadapan Digagas untuk Mengisi Kekosongan

Sebelum lahirnya undang-undang yang mengatur secara khusus tentang penyadapan, peraturan pemerintah bisa menjadi pilihan.

Sam
Bacaan 2 Menit
RPP Penyadapan Digagas untuk Mengisi Kekosongan
Hukumonline

Inisiatif Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring untuk membentuk peratuan pemerintah (PP) tentang penyadapan disambut dengan kritikan oleh banyak kalangan. Salah satu kritikan tersebut datang dari pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Teuku Nasrullah yang ditemui dalam sebuah diskusi di gedung DPR, Senin (7/12). Ia berpendapat bahwa pengaturan tentang penyadapan tidak bisa dengan PP. Untuk mengatur masalah penyadapan yang menurutnya merupakan tindakan yang dilarang dalam hukum pidana karena bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM), haruslah diatur dalam sebuah Undang-undang.

 

Menurut Nasrullah, yang terjadi saat ini kewenangan penyadapan masih tumpang tindih dan bahkan belum sesuai dari persepsi hukum acara pidana. “KPK telah diberi kewenangan untuk menyadap, namun KPK tidak punya dasar berupa hukum acara. Dia punya wewenang namun sebenarnya belum bisa digunakan sebelum ada hukum acaranya,” ujarnya.

 

Untuk itu, Nasrullah yang juga saat ini menjadi tim penyusun dari Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menegaskan bahwa masalah penyadapan akan diatur dalam RUU KUHAP nantinya. Regulasi soal penyadapan yang diatur dalam RUU ini diharapkan bisa lebih memberi pondasi untuk mengatur dengan jelas, para penegak hukum dalam menggunakan kewenangannya untuk menyadap.

 

Dalam hukum acara pidana yang baru nanti, lanjut Nasrullah, akan mengatur dengan jelas bagaimana mekanisme melakukan penyadapan. RUU KUHAP ini, tambahnya, juga akan dibentuk sebagai acuan bagi UU acara pidana lainnya. “RUU KUHAP dibuat sebagai payung UU acara pidana. Bukan menyesuaikan dengan UU yang telah ada namun UU ini harus menjadi pedoman UU lainnya,” jelas Nasrullah.

 

Pengamat hukum pidana lainnya, Eddy Hiariej dari Universitas Gadjah Mada, saat ditemui di diskusi yang sama, juga melontarkan pendapat yang sama. Untuk masalah pengaturan, ia menilai penyadapan harus diatur dalam UU. Menurutnya dari segi tataran perundang-undangan yang ada, sebuah UU tidak bisa diatur oleh PP yang tingkatnya dibawahnya. Untuk itu ia menegaskan bahwa langkah inisiatif dari Menkominfo membuat RPP tidak tepat. “PP tidak boleh mengatur UU diatasnya. Ini bertentangan dengan sistem perundang-undangan,” tegasnya.

 

Anggota komisi III DPR, Nasir Jamil, dihubungi terpisah, agak berpandangan berbeda. Ia menilai bahwa RPP yang tengah disusun saat ini sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai regulasi untuk mengatur masalah penyadapan sambil menunggu UU yang mengaturnya selesai dibuat.

 

Sebuah peraturan yang mengatur soal penyadapan ini menurut Nasir adalah sebuah hal yang mutlak dan penting. Hal ini, jelas Nasir dikarenakan beberapa alat negara saat ini punya kewenangan dan alat untuk melakukan penyadapan. Untuk mencegahnya agar tidak saling tumpang tindih kewenangan, untuk itulah maka perlu ada sebuah aturan yang mengaturnya.

Tags: