RUU Cipta Kerja Dinilai Ancam Kedaulatan Pangan
Utama

RUU Cipta Kerja Dinilai Ancam Kedaulatan Pangan

Karena membuka lebar peluang impor pangan, menghapus sanksi pidana larangan impor saat ketersediaan pangan mencukupi, dan mempermudah alih fungsi lahan pertanian.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

“Dalam meningkatkan produksi pertanian, pemerintah tidak lagi mengutamakan produksi pertanian dalam negeri,” tegas Loji.

 

Loji melanjutkan RUU Cipta Kerja mengubah Pasal 30 UU Perlintan yang melarang impor komoditas pertanian pada saat pasokan dalam negeri mencukupi kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan. RUU Cipta Kerja mengubah ketentuan ini menjadi kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor.

 

RUU Cipta Kerja juga menghapus sanksi pidana seperti diatur Pasal 101 UU Perlintan. Menurut Loji, sanksi ini dihapus sudah tidak ada larangan lagi bagi orang yang mengimpor komoditas pertanian saat ketersediaan dalam negeri sudah mencukupi. “Banjirnya produk impor pangan, apalagi saat panen bakal semakin memiskinkan petani karena harga produk pertanian mereka jatuh,” sebutnya.

 

RUU Cipta Kerja juga membuka kemudahan impor ternak dan produk ternak. Loji menyebut perubahan Pasal 36B UU Peternakan dalam RUU Cipta Kerja membuka ruang lebar dan kemudahan bagi pelaku usaha untuk bebas melakukan impor ternak dan produk ternak dengan dalih memenuhi konsumsi masyarakat. Padahal, ketentuan sebelumnya impor bisa dilakukan jika produksi dan pasokan ternak dan produk hewan dalam negeri belum mencukupi kebutuhan masyarakat.

 

Kemudahan impor juga dibuka lebar oleh RUU Cipta Kerja dengan mengubah sejumlah pasal dalam UU Hortikultura. Pasal 33 UU Hortikulutra mengatur usaha hortikultura dilaksanakan dengan mengutamakan penggunaan sarana hortikultura dalam negeri. Jika sarana hortikultura dalam negeri tidak mencukupi atau tidak tersedia, dapat digunakan sarana yang berasal dari luar negeri.

 

Pasal 33 ayat (3) UU Hortikultura menyebutkan sarana hortikultura dari luar negeri harus lebih efisien, ramah lingkungan, dan diutamakan yang mengandung komponen hasil produksi dalam negeri. Tapi, RUU Cipta Kerja mengubah seluruh ketentuan Pasal 33 UU Perlintan, antara lain Pasal 33 ayat (1) yang menyebut sarana hortikultura sebagaimana Pasal 32 berasal dari dalam dan/atau luar negeri. Loji juga menyoroti perubahan Pasal 100 UU Perlintan yang menghapus batas penanaman modal asing dalam usaha besar hortikultura sebesar 30 persen.

 

Departemen Penataan Produksi dan Pemasaran Aliansi Petani Indonesia, Rifai, menilai sejak orde baru pemerintah gagal membangun pertanian. Indikasinya, pemerintah tidak mampu mempertahankan luas lahan pertanian. Tercatat, tahun 2013 jumlah petani gurem atau memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar sebesar 13 juta jiwa, dan sekarang meningkat jadi 16 juta jiwa.

Tags:

Berita Terkait