RUU Kesehatan Dinilai Membonsai BPJS
Terbaru

RUU Kesehatan Dinilai Membonsai BPJS

Karena menempatkan posisi BPJS berada sub ordinat di bawah Menteri. Padahal saat ini BPJS bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Anggota DJSN dari unsur organisasi pemberi kerja Prof Soeprayitno. Foto: Istimewa
Anggota DJSN dari unsur organisasi pemberi kerja Prof Soeprayitno. Foto: Istimewa

Protes terhadap materi muatan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan terus disuarakan berbagai kalangan. Bila sebelumnya kritik lantang disuarakan organisasi profesi tenaga kesehatan, organisasi masyarakat sipil, serikat buruh, asosiasi pengusaha, akademisi hingga petinggi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kali ini datang dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) juga ikut menyampaikan pendapatnya.

Anggota DJSN dari unsur organisasi pemberi kerja Prof Soeprayitno, mengingatkan UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS memandatkan penyelenggaraan jaminan sosial berlandaskan pada 3 asas. Yakni kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Serta 9 prinsip meliputi gotong royong, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta.

Tapi rumusan aturan dalam draf RUU Kesehatan yang mengubah sebagian pasal UU No.40 Tahun 2004 tentang SJSN dan UU 24/2011 dinilai bertentangan dengan asas dan prinsip tersebut. RUU Kesehatan menempatkan BPJS berada di bawah Kementerian, berbeda dengan saat ini dimana BPJS bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Panitia seleksi untuk memilih dan menetapkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) dan anggota Direksi BPJS dilakukan oleh Menteri, bukan lagi diusulkan oleh DJSN kepada Presiden.

“Jika seperti itu maka Kementerian membonsai BPJS, memposisikan sama seperti BUMN. Menteri menentukan siapa Dewas dan Direksi, hal tersebut jauh dari independensi dan ini merupakan pelanggaran sistemik,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Selasa (28/02/2023) kemarin.

Baca juga:

Ketimbang merevisi UU 40/2004 dan UU 24/2011 melalui metode omnibus law dalam RUU Kesehatan, Prof Soeprayitno mengusulkan lebih baik menyempurnakan kedua UU tersebut. RUU Kesehatan lebih baik fokus mengurusi bidang kesehatan yang menjadi pekerjaan rumah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Seperti soal tenaga kesehatan, dokter spesialis untuk di luar pulau Jawa.

“Apindo mendesak UU SJSN dan UU BPJS dikeluarkan dari RUU Kesehatan,” usulnya.

Di tempat yang sama, Komite Regulasi dan Hubungan Kelembagaan Apindo Myra M. Hanartani, menegaskan program jaminan sosial yang dijalankan BPJS adalah mandat langsung konstitusi. Pasal 34 ayat (2) menyebutkan “Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Tags:

Berita Terkait