RUU Produk Halal Menunggu Finalisasi di Dephukham
Berita

RUU Produk Halal Menunggu Finalisasi di Dephukham

Pengaturan produk halal jangan sampai terlalu membebani pengusaha secara ekonomis.

Oleh:
M-1
Bacaan 2 Menit
RUU Produk Halal Menunggu Finalisasi di Dephukham
Hukumonline

 

Kalau pengusaha besar, mereka cenderung tidak masalah karena bisa bayar berapapun (untuk mendapatkan sertifikat halal). Kalau pengusaha kecil boro-boro untuk mendapatkan sertifikat yang mahal, tutur As'ad. Menurut As,ad tidak perlu ada stiker lagi. Seperti sekarang saja dicantumkan di kemasan produk, tidak perlu ada stiker lagi.

 

Ditambahkan oleh As'ad bahwa RUU Produk Halal yang saat ini tengah digodok oleh Ditjen Bimas secaara substansi tidak jauh berbeda dengan Rancangan Peraturan Pemerintah mengenai produk halal yang sebelumnya pernah ada. Hanya sekedar melegalisasi adanya Lembaga Pengawas Pangan Obat dan Makanan MUI (LP POM MUI) bahwa merekalah yang yang menjadi lembaga yang mengotorisasi produk halal, ujar As'ad. As'ad menyesalkan proses penyusunan RUU tersebut yang dilakukan secara diam-diam dan tidak mengakomodasi kepentingan publik.

 

As'ad menyesalkan otorisasi produk halal saat ini yang dimonopoli LP POM MUI justru menyebabkan kinerja mereka tidak efektif. As'ad berharap ada desentralisasi dari sisi kelembagaan dalam otorisasi  produk halal. Menurut As'ad, beberapa lembaga ataupun ormas yang memiliki kompetensi dalam otoriasasi produk halal sebaiknya diizinkan untuk menjadi otorisator produk halal dengan terlebih dahulu diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Lembaga atau ormas tersebut nantinya diharapkan juga bisa melakukan sertifikasi kepada lembaga atau ormas lain untuk melakukan otorisasi produk halal.


Ditambahkan oleh Nasaruddin bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia sehingga tidak ada persaingan dan dalam menggolkan tujuan tersebut. Namun demikian, As'ad berharap ada pengaturan yang lebih jelas dalam hal pembagian kewenangan antara instansi yang terkait dengan otorisasi produk halal agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.

 

berdasarkan penelusuran hukumonline, ketentuan mengenai produk halal sudah terdapat dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan.

 

Mungkin sebagian dari kita selama ini tidak terlalu mempedulikan apakah di setiap makanan yang kita makan ada atau tidak label halal. Namun, sepertinya tidak lama lagi kita akan lebih peduli dengan hal tersebut, apalagi untuk pengusaha makanan karena Ditjen Bimas Departemen Agama (Depag) tengah menyiapkan RUU Produk halal. Sudah sampai di Kementerian Hukum dan HAM. Tinggal finalisasi draf, tutur Dirjen Bimas Prof. Nasaruddin Umar di gedung DPR, Selasa (5/9).

 

Jaminan produk halal menurut Nasaruddin telah menjadi sasaran dan arah kebijakan Ditjen Bimas Depag. Saat ini menurut Nasaruddin, jaminan mengenai produk halal kita kalah dengan di Amerika, Singapura dan Malaysia yang sudah berjalan dengan baik. Kita baru masuk draf RUU produk halal, lanjutnya.

 

Menurut Nasaruddin, tidak ada motif untuk mencari keuntungan dari pihaknya ketika mengharuskan pencantuman label halal dalam setiap produk pangan. Itu anggaranya juga sedikit kok, kita tidak berkepentingan untuk memperoleh keuntungan dari label-label itu. Yang penting umat kita terpelihara dari makanan yang tidak halal. Tujuannya bukan untuk memperoleh keuntungan, jelas Nasaruddin.

 

Keinginan agar ada jaminan produk halal juga disampaikan oleh Direktur Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) As'ad Nugroho. Menurut As'ad, jaminan mengenai produk halal sebaiknya diatur dengan pasti demi kepentingan umat. Tapi diusahakan pengaturannya agar tidak membebani secara ekonomi, prosedur, dan dari sisi birokrasi, serta menghindari ekonomi biaya tinggi, ungkap As'ad ketika dihubungi seracara terpisah.

 

Namun demikian, As'ad mengkhawatirkan ketentuan jaminan produk halal tersebut ujungnya akan membebani pengusaha kecil dan konsumen mengingat adanya keharusan stiker halal dalam setiap produk pangan.

Tags: