Sanksi bagi Pengutip Biaya dari Klien Miskin
RUU Bantuan Hukum:

Sanksi bagi Pengutip Biaya dari Klien Miskin

Agar bantuan hukum benar-benar tepat sasaran, selain adanya ancaman pidana bagi pemberi bantuan hukum yang meminta bayaran, pemberi bantuan hukum juga harus diverifikasi dan diakreditasi.

Ali
Bacaan 2 Menit
Menkum HAM Patrialis Akbar tuturkan ancaman hukuman sanksi bagi penguntip biaya dari klien miskin agar untungkan pencari keadilan yang tak mampu. Foto: SGP
Menkum HAM Patrialis Akbar tuturkan ancaman hukuman sanksi bagi penguntip biaya dari klien miskin agar untungkan pencari keadilan yang tak mampu. Foto: SGP

Jika kelak memberi bantuan hukum kepada orang miskin yang membutuhkan, maka Anda patut berhati-hati. Jangan pernah sekalipun meminta bayaran kepada klien Anda yang sedang membutuhkan bantuan hukum. Bila ketentuan ini dilanggar, maka bersiap-siaplah masuk bui. RUU Bantuan Hukum yang telah disetujui oleh DPR dan Pemerintah memuat larangan dan ancaman sanksi terhadap tindakan tersebut.

 

Pasal 20 RUU Bantuan Hukum menyebutkan ‘Pemberi bantuan hukum dilarang menerima atau meminta pembayaran apapun dari penerima bantuan hukum dan/atau pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani pemberi bantuan hukum’. Bila ketentuan ini dilanggar, Pasal 21 mengancam dengan pidana maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp 50 juta.

 

Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menuturkan ancaman hukuman ini bertujuan membuat pelaksanaan bantuan hukum bisa benar-benar menguntungkan pencari keadilan yang tak mampu. Tak hanya mencantumkan sanksi pidana, RUU Bantuan Hukum ini juga mengatur verifikasi dan akreditasi pemberi bantuan hukum.

 

“Verifikasi dan akreditasi perlu agar lembaga bantuan hukum yang ada di masyarakat benar-benar memenuhi kualifikasi. Jangan sampai ada sekelompok orang, daripada duduk-duduk atau nganggur, lalu membuat LBH (Lembaga Bantuan Hukum),” ujar Patrialis di Gedung DPR, Selasa (20/9).

 

Patrialis mengaku pernah bertemu dengan LBH yang tak profesional. “Daripada kongko-kongko, akhirnya mereka bikin LBH. Mereka menggunakan label LBH tetapi sebenarnya mereka berfungsi sebagai debt collector. Makanya, perlu di atur agar tujuan bantuan hukum benar-benar tercapai untuk rakyat miskin,” ujarnya lagi.  

 

Apalagi, anggaran bantuan hukum diakomodir oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jadi, verifikasi dan akreditasi dibutuhkan agar anggaran tidak terbuang percuma.

 

RUU Bantuan Hukum

Pasal 7

 

Ayat (1)

Untuk melaksanakan tugas sebaimana dimaksud dalam Pasal 6, Menteri berwenang:

a.     Mengawasi dan memastikan penyelenggaraan bantuan hukum dijalankan sesuai asas dan tujuan yang ditetapkan dalam undang-undang ini; dan

b.    Melakukan verifikasi dan akreditasi terhadap lembaga pemberi bantuan hukum.

 

Ayat (2)

Untuk melakukan verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menteri membentuk panitia yanng unsurnya terdiri atas:

a.     Kementerian Hukum dan HAM;

b.    Akademisi;

c.     Tokoh masyarakat; dan

d.    Lembaga atau organisasi yang memberi layanan bantuan hukum.

 

Ayat (3)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara verifikasi dan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.

 

Tags: