Satgas Kembali Temukan Investasi Ilegal, Masyarakat Diminta Waspada
Berita

Satgas Kembali Temukan Investasi Ilegal, Masyarakat Diminta Waspada

Sebelum memanfaatkan fintech lending, masyarakat diminta memahami dua L, yakni legal dan logis.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing. Foto: RES
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing. Foto: RES

Satgas Waspada Investasi kembali menemukan 133 platform fintech peer to peer lending ilegal dan 14 kegiatan usaha tanpa izin yang berpotensi merugikan masyarakat. Menurut Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, angka temuan kali ini mengalami penurunan dibanding sebelumnya.

“Dari upaya pencegahan dan patroli siber yang terus menerus kami lakukan, angka temuan fintech lending dan penawaran investasi ilegal ini menurun dibanding sebelumnya. Tapi kewaspadaan masyarakat harus terus dijaga agar tidak menjadi korban dari fintech lending ilegal dan penawaran investasi yang tidak berizin ini,” kata Tongam dalam press rilis, Jumat (29/1).

Menurut Tongam, sosialisasi mengenai bahaya fintech lending ilegal dan investasi ilegal ini harus terus disampaikan ke masyarakat melalui berbagai alat komunikasi seperti media massa dan sosial media yang bisa mencapai masyarakat di seluruh pelosok tanah air, mengingat penawaran fintech lending ilegal dan investasi ilegal ini masih akan muncul di tengah-tengah masyarakat.

“Penting untuk selalu diingatkan ke masyarakat bahwa sebelum memanfaatkan fintech lending dan mencoba berinvestasi harus pahami “dua L” yaitu Legal atau perusahaan itu harus punya izin dari otoritasnya dan Logis, yaitu penawaran keuntungan yang ditawarkan sesuai dengan keuntungan yang wajar,” jelas Tongam.

Tongam mengatakan, pihak Satgas Waspada Investasi akan terus melakukan patrol siber rutin yang frekuensinya akan terus ditingkatkan sejalan dengan masih banyaknya temuan fintech lending dan penawaran investasi ilegal melalui berbagai saluran teknologi komunikasi di masyarakat. (Baca: Begini Modus Penipuan di Perdagangan Berjangka Komoditi yang Perlu Diwaspadai)

Dari temuan tersebut, Satgas sudah mengirimkan informasinya kepada Bareskrim Polri untuk dilakukan tindakan hukum sesuai ketentuan yang berlaku dan meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk memblokir website dan aplikasi telepon seluler dari entitas-entitas tersebut.

Sejak tahun 2018 hingga Januari 2021, Satgas sudah menutup sebanyak 3.056 fintech lending ilegal. Sementara dari 14 entitas investasi ilegal yang ditindak pada awal tahun ini di antaranya melakukan kegiatan sebagai berikut: 2 perdagangan berjangka komoditi (PBK) tanpa izin; 3 cryptocurrency tanpa izin; 3 koperasi tanpa izin; 2 penjualan langsung tanpa izin; dan 4 kegiatan lainnya.

Tongam menjelaskan bahwa informasi mengenai daftar perusahaan yang tidak memiliki izin dari otoritas berwenang dapat diakses melalui Investor Alert Portal pada www.sikapiuangmu.ojk.go.id.

Sebelumnya. Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI) memaparkan sejumlah ciri umum praktik investasi bodong termasuk pinjaman daring ilegal yang harus dihindari masyarakat agar tidak menjadi korban dan menimbulkan kerugian. "Karakteristik umum investasi bodong, pertama tidak secara eksplisit menyatakan terdaftar di OJK, tidak ada logo OJK," kata Analis Ekonomi Policy Center Iluni UI, Fadli Hanafi, seperti dikutip Antara dalam webinar terkait perlindungan konsumen industri keuangan di Jakarta, Selasa (8/12).

Selain itu, lanjut dia, besaran imbal hasil yang tidak wajar, bahkan ada yang menjanjikan dua persen setiap hari. Ajakan untuk investasi itu, kata dia, bahkan melalui pesan singkat yakni SMS atau melalui pesan aplikasi Whatsapp yang disebar kepada masyarakat.

Selanjutnya, periode pembayaran imbal hasil tidak wajar atau dengan tempo waktu yang cepat dan domisili perusahaan yang tidak jelas. Kemudian, proses administrasi yang sangat mudah, kata dia, juga perlu dicurigai sebagai investasi bodong. Misalnya, lanjut dia, syarat hanya melampirkan KTP atau kartu keluarga (KK) karena dampaknya ketika terjadi gagal bayar, tidak jarang informasi pribadi itu kemudian disebarluaskan.

"Begitu terjadi gagal bayar, tidak jarang kita temui informasi pribadi kemudian diupload, mempermalukan yang bersangkutan dan tentu ini sangat tidak baik," imbuhnya.

Ia menambahkan sejak 2019 pengaduan terkait perusahaan teknologi keuangan atau Fintech pinjam meminjam dalam jaringan (P2P lending) paling banyak diadukan masyarakat. Pihaknya mengapresiasi OJK melalui perlindungan konsumen, kasus tersebut pada tahun ini menurun 45 persen.

Ia juga mengungkapkan pengaduan terkait multi level marketing (MLM) ilegal juga turun 47,37 persen, kriptokurensi juga turun 53,8 persen, forex/future trading turun 67,26 persen. Namun, lanjut dia, dua sektor perlu mendapat perhatian karena meningkat mencapai 58,3 persen yakni terkait investasi uang dan gadai ilegal mencapai 10,29 persen.

Sementara, OJK berjanji memperketat pengawasan terkait market conduct atau perilaku pelaku sektor jasa keuangan untuk melindungi konsumen dan masyarakat. “Kami akan kencang bahwa market conduct akan kami push  sehingga lebih baik,” kata Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sarjito.

Menurut dia, market conduct yang menjadi tren di dunia, berkaitan dengan desain, pemasaran hingga layanan setelah penjualan sebuah produk jasa keuangan. Untuk itu, ia meminta pelaku sektor jasa keuangan memastikan informasi yang jelas dan benar terkait produk yang ditawarkan kepada calon konsumen atau masyarakat.

“Kami tidak mau produk bagus tapi dipasarkan dengan tidak jelas. Banyak masyarakat memperoleh informasi produk tidak jelas, makanya kami paksa mereka membuat informasi produk yang benar,” imbuhnya.

Di sisi lain, ia juga meminta konsumen untuk mengecek atau memeriksa produk yang sudah dimiliki atau baru ditawarkan pelaku sektor jasa keuangan. Nasabah perbankan misalnya, lanjut dia, diminta untuk secara reguler mengecek saldo yang ada di tabungannya untuk memastikan secara mandiri bahwa uang yang disimpan aman.

“Konsumen harus cek kekayaannya misalnya revenue di bank, pasar modal, semua diberikan akses jangan didiamkan saja, tiba-tiba hilang, baru mengadu, makanya teknologi yang ada itu dipakai,” katanya.

Tags:

Berita Terkait