Satgas Waspada Investasi Nilai Positif Penegakan Hukum Fintech Ilegal
Berita

Satgas Waspada Investasi Nilai Positif Penegakan Hukum Fintech Ilegal

Saat ini banyak entitas fintech ilegal yang melakukan kegiatan melalui aplikasi yang disebar melalui pesan singkat, appstore atau playstore, bahkan juga sosial media.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Tongam Lumban Tobing. Foto: NNP.
Tongam Lumban Tobing. Foto: NNP.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi mengapresiasi upaya penegakan hukum yang dilakukan Polres Jakarta Utara terhadap fintech peer-to-peer lending ilegal.

 

"Tindakan penegakan hukum oleh Polres Metro Jakarta Utara terhadap PT Vega Data Indonesia dan PT Barracuda Fintech Indonesia menjadi berita baik di penghujung tahun 2019,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing, dalam keterangan persnya, Jumat (27/12).

 

Sebelumnya, di awal tahun juga telah dilakukan pengungkapan kasus pornografi dan/atau pengancaman dan/atau asusila dan/atau ancaman kekerasan dan menakut-nakuti melalui media elektronik yang dilakukan oleh desk collector PT Vcard Technology Indonesia (Vloan) terhadap nasabahnya.

 

“Untuk itu, kami selalu mendukung upaya penindakan hukum terhadap fintech peer-to-peer lending ilegal yang sudah banyak merugikan masyarakat," kata Tongam.

 

(Baca: Berkaca dari Kasus Vloan, Masyarakat Diminta Waspada Lakukan Pinjaman Online)

 

Tongam mengatakan berdasarkan informasi yang diperoleh, PT Vega Data Indonesia dan PT Barracuda Fintech Indonesia beberapa kali mengubah nama aplikasi pinjaman online di bawah naungannya. Di antaranya, sebanyak 2 (dua) aplikasi sudah dideteksi dan diumumkan oleh Satgas Waspada Investasi yaitu aplikasi "Dompet Kartu" pada 7 September 2018 dan aplikasi "Pinjam Beres" pada 13 Februari 2019.

 

Menurut Tongam, saat ini banyak entitas Fintech Peer-To-Peer Lending yang melakukan kegiatan melalui aplikasi yang disebar melalui pesan singkat, appstore atau playstore,bahkan juga sosial media yang tidak terdaftar dan tidak berizin dari OJK sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016, sehingga berpotensi merugikan masyarakat.

 

Sekadar catatan, sejak tahun 2018 hingga akhir 2019, Satgas Waspada Investasi telah menindak 1.898 entitas fintech peer-to-peer lending ilegal. Satgas telah melakukan upaya pencegahan dan penanganan yang sangat tegas terhadap Fintech Peer-To-Peer Lending ilegal, dengan langkah-langkah:

 

  1. Mengumumkan Fintech Peer-To-Peer Lending ilegal kepada masyarakat;
  2. Mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia;
  3. Memutus akses keuangan dari Fintech Peer-To-Peer Lending ilegal;
    1. Menyampaikan himbauan kepada perbankan untuk menolak pembukaan rekening tanpa rekomendasi OJK dan melakukan konfirmasi kepada OJK untuk rekening existing yang diduga digunakan untuk kegiatan Fintech Peer-To-Peer Lending ilegal.
    2. Meminta Bank Indonesia untuk melarang Fintech Payment System memfasilitasi Fintech Peer-To-Peer Lending ilegal.
  4. Menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum;
  5. Peningkatan peran Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk penanganan Fintech Peer-To-Peer Lending ilegal;
  6. Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat secara berkelanjutan untuk menggunakan Fintech yang legal.

 

Selain itu, Satgas Waspada Investasi melakukan tindakan preventif dengan melakukan edukasi menggunakan media luar ruang digital, media sosial, serta sosialisasi bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, perusahaan transportasi massal di Jakarta, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, Google Indonesia, dan Bareskrim Polri.

 

(Baca: Fintech Wajib Terapkan Transparansi Biaya Demi Lindungi Konsumen)

 

Lebih jauh, Satgas mengharapkan peran serta masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan kegiatan pinjaman dengan menghindari fintech yang tidak terdaftar di OJK. Masyarakat juga harus cek dan ricek sebelum melakukan pinjaman online.

 

Ciri-ciri Fintech Ilegal:

  1. Tidak memiliki izin resmi.
  2. Tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas.
  3. Pemberian pinjaman sangat mudah.
  4. Informasi bunga dan denda tidak jelas.
  5. Bunga tidak terbatas.
  6. Denda tidak terbatas.
  7. Penagihan tidak batas waktu.
  8. Akses ke seluruh data yang ada di ponsel.
  9. Ancaman teror kekerasan, penghinaan, pencemaran nama baik, menyebarkan foto/video pribadi.
  10. Tidak ada layanan pengaduan.

 

Selanjutnya, Satgas Waspada Investasi mengimbau kepada masyarakat agar meminjam pada Fintech Peer-To-Peer Lending yang terdaftar di OJK, meminjam sesuai kebutuhan dan kemampuan, meminjam untuk kepentingan yang produktif, dan memahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda dan risikonya sebelum memutuskan untuk melakukan pinjaman kepada Fintech Peer-To-Peer Lending.

 

“Jika menemukan tawaran investasi yang mencurigakan, masyarakat dapat mengkonsultasikan atau melaporkan kepada OJK,” kata Tongam.

 

Seperti diberitakan Antara, Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Utara menangkap dua tersangka kasus pinjaman online ilegal yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). "Mereka ditangkap di Batam Center, kawasan pusat perbelanjaan sekaligus pelabuhan penyeberangan menuju Singapura," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Polisi, Budhi Herdi di Mapolres, Jumat (27/12).

 

Kapolres menjelaskan penangkapan itu melalui kerja sama dengan Polres Belerang, Kepulauan Riau. Awalnya, berdasarkan penyidikan Polres Jakarta Utara, dua tersangka itu diduga berada di wilayah Batam.

 

Dua tersangka itu yakni laki-laki DX (38) dan perempuan FQ (35), keduanya warga negara Cina. FQ merupakan direktur utama dan DX sebagai wakil direktur di PT Barracuda Fintech (BR). Polres Jakarta Utara mengungkap perusahaan ilegal fintech atau pinjaman online bernama PT Vega Data (VD) dan PT Barracuda Fintech (BR) beralamat di Kompleks Ruko Pluit Nomor 77-79, Jalan Pluit Indah Raya, Penjariangan, Jakarta Utara.

 

Polisi menetapkan lima tersangka, tiga warga negara Cina dan dua warga negara Indonesia. Tiga diantaranya telah ditahan sebelumnya yakni Mr Li seorang warga negara Cina sebagai pimpinan perusahaan.

 

DS bertindak sebagai debt collector atau penagih utang yang mengancam korbannya dengan penyebaran fitnah ke orang-orang terdekat korban AR berperan sebagai supervisor dari perusahaan pinjaman online yang tidak terdaftar di OJK. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait