Sejumlah Pihak Idamkan LMK Nasional
Berita

Sejumlah Pihak Idamkan LMK Nasional

Sayangnya terbentur agenda legislasi DPR yang belum memprioritaskan pembahasan RUU Hak Cipta.

Oleh:
RZK/M-15
Bacaan 2 Menit
Sejumlah Pihak Idamkan LMK Nasional
Hukumonline

Lembaga manajemen kolektif (LMK) mulai menjamur di Indonesia. Tren ini bisa dipandang positif sekaligus negatif. Positif dalam arti semakin banyak LMK berarti semakin banyak lembaga yang memperjuangkan hak pencipta atas royalti karya mereka. Negatif dalam arti para pengguna (user) bisa bingung karena semakin banyak LMK berarti semakin banyak lembaga pemungut royalti.

Aspek negatif ini sempat dibicarakan dalam seminar yang diselenggarakan Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAM HKI), Senin kemarin (29/4). Salah seorang peserta seminar, misalnya, menyatakan bahwa menjamurnya LMK merugikan user terkait pemungutan royalti. Kalangan LMK juga mengakui adanya dampak negatif dari menjamurnya LMK.

Sekretaris Performers’ Rights Society of Indonesia (PRISINDO), Djanuar Ishak mengatakan banyaknya jumlah LMK menimbulkan kerancuan karena user dipungut royalti oleh beberapa LMK sekaligus. Permasalahan ini, menurut Djanuar, dapat diatasi dengan membentuk satu wadah LMK untuk setiap bidang. Solusi ini sudah termaktub dalam RUU Hak Cipta.

“Maka solusi dari ini mengikuti apa yang akan dibuat dalam RUU Hak Cipta. Dimana nanti akan ada satu LMK yang mewakili bidang musik, buku, dan lain-lain,” papar Djanuar yang juga dikenal sebagai pencipta sekaligus penata musik ini.

Dijelaskan Djanuar, para pemangku kepentingan di bidang hak cipta, khususnya musik, dan hak-hak terkait lainnya sudah sepakat akan membentuk LMK nasional. Pemangku kepentingan di sini meliputi pencipta, publisher, dan LMK. Namun, gagasan LMK nasional ini belum dapat diwujudkan karena RUU Hak Cipta sebagai pengganti undang-undang yang lama belum juga rampung.

Sebagai solusi transisi, Djanuar mengatakan para pemangku kepentingan sedang merancang suatu konsep lembaga one-stop shop Collective Management Organization (CMO). Lembaga yang nantinya diberi nama “Sentra Royalti Musik Indonesia” (SeRMI) ini akan menjalankan remunerasi royalti dari para pengguna karya cipta lagu dan produk rekaman suara.

Konsep SeRMI, lanjut Djanuar, masih dalam proses pembahasan. Salah satu hal yang dibahas terkait bentuk badan hukum SeRMI. Sejauh ini, UU No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memang belum mengatur secara eksplisit tentang LMK. Namun, dirumuskan dalam  RUU Hak Cipta, LMK disebut sebagai lembaga nirlaba alias tidak mencari laba.

Tags:

Berita Terkait