Sekjen Mahupiki: Penegakan Hukum di 2023 Masih Berjalan Lamban
Terbaru

Sekjen Mahupiki: Penegakan Hukum di 2023 Masih Berjalan Lamban

Penyelenggara negara dari unsur eksekutif, legislatif dan yudikatif tersandung kasus hukum, hingga terpuruknya kepercayaan publik terhadap KPK. RUU Perampasan Aset Tindak Pidana harus segera dibahas antara DPR dengan pemerintah hingga disahkan menjadi UU.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Dalam satu tahun terakhir, ada beragam kasus penanganan hukum pidana sepanjang tahun 2023. Bila mengacu data indeks rule of law yang dirilis World Justice Project, misalnya tahun 2023 peradlan pidana di Indonesia hanya meningkat 0,01 dengan skor 0,34 untuk efektivitas sistem penyidikan; ajudikasi pidana tepat waktu yang efektif masuk ke pengadilan hanya meningkat 0,03 dengan skor 0,54; sistem pemasyarakatan untuk mengurangi perilaku kriminal hanya naik 0,03 menjadi skor 0,33.

Termasuk penurunan Corruption Perception Index (CPI) dari 38 pada 2015, tahun ini turun menjadi skor 34. Ini CPI kita terendah sejak 2015. Makin buruk lagi sejak ketua KPK ditetapkan sebagai tersangka. Kondisi ini sudah diprediksi sejak revisi UU KPK pada 2019. Ini membuat KPK menjadi lembaga yang tidak dipercaya publik sejak revisi UU KPK. Belum lagi yang terjadi di aparat penegak hukum lain,” ujarnya.

Di luar itu, ada fenomena tagar "No Viral - No Justice", akses terhadap keadilan bergantung pada perhatian media dan viralitas kasus. “Kalau tidak viral, tidak mendapat keadilan. Ini menunjukan ada masalah dengan sistem peradilan kita, kasus ditangani bukan karena didasarkan kerugian korban, tapi berdasarkan viralnya kasus. Belum lagi, masifnya penggunaan kekerasan oleh aparat penegak hukum dalam banyak kasus yang ujungnya impunitas bagi aparat, seperti kasus Kanjuruhan, Rempang,” bebernya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya itu melanjutkan, dari aspek kebijakan, pengesahan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHP pada 2 Januari 2023 meski membawa semangat baru pada perubahan nilai pemidanaan yang tidak lagi berorientasi pada pemenjaraan, misalnya diakomodirnya kepentingan korban. Tetapi, masih menyisakan masalah terkait pasal-pasal yang masih dipertahankan, salah satunya pasal penghinaan presiden dan pejabat negara.      

“Ke depan, KUHP baru perlu menyusun dan mengesahkan 6 Rancangan PP sebelum tahun 2026. Ini masih banyak pekerjaan rumah pada perbaikan penegakan hukum pidana,” pungkasnya. 

Tags:

Berita Terkait