'Semua' Sepakat Hak Beragama Bisa Dibatasi
UU Penodaan Agama:

'Semua' Sepakat Hak Beragama Bisa Dibatasi

Kuasa hukum pemohon menilai pemerintah kurang fokus menanggapi permohonan. Persoalan utamanya, bukan boleh atau tidaknya hak beragama itu dibatasi, melainkan instrumen hukum yang digunakan untuk membatasi hak tersebut.

Ali
Bacaan 2 Menit

 

Begitu mendapat kesempatan berbicara, Uli balik menuding Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Agama tidak membaca permohonan yang diajukan kliennya secara cermat. "Kami tak mengatakan ingin kebebasan yang seluas-luasnya. Betul, kebebasan itu harus ada batasnya. Coba baca lagi permohonan kami," ujar Uli.

 

Lebih lanjut Uli menambahkan, permohonan tidak fokus pada apakah hak beragama itu bisa dibatasi atau tidak. Namun, ia mempertanyakan pembatasan yang menggunakan penetapan presiden yang tidak tepat. Pada era Soekarno, penetapan presiden atau PNPS ditetapkan oleh presiden seorang diri tanpa keterlibatan oleh parlemen. Padahal, lanjutnya, pembatasan hak asasi manusia -termasuk hak beragama- harus dilakukan oleh UU.

 

Namun, argumentasi ini sebenarnya telah dibantah oleh Suryadharma. Ia mengakui saat itu Presiden memang memiliki kewenangan yang lebih kuat dibanding parlemen. Namun, ia menegaskan penetapan presiden itu telah dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada periode berikutnya.

 

“Undang-Undang aquo adalah PNPS yang telah melalui legislative review berdasarkan ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, sehingga Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 telah menetapkannya menjadi Undang-Undang,” tegas Suryadharma saat membacakan keterangan pemerintah.

 

Anggota Komisi III DPR RI Chairuman Harahap menilai logika yang dibangun oleh pemohon tidak tepat. Ia mengingatkan cara pembuatan sebuah peraturan perundang-undangan berbeda di setiap zaman. “Kalau logika pemohon diikuti berarti banyak peraturan perundang-undangan yang dibuat pada zaman yang lalu, tidak berlaku lagi. Coba anda bayangkan!” tuturnya. 

 

Tidak Beragama?

Selain mempersoalkan substansi perkara, Suryadharma juga mempertanyakan legal standing atau kedudukan hukum pemohon terhadap perkara ini. "Apakah para pemohon telah menentukan pilihan untuk memeluk salah satu agama atau apakah para pemohon telah beragama? Apakah ada halangan bagi para pemohon dalam menjalankan aktivitas keagamaannya? Ini penting, untuk menentukan legal standing," jelasnya.

 

Sekedar mengingatkan, pemohon pengujian UU Penodaan Agama ini berjumlah 11 pihak, yakni 4 dari individu dan 7 dari perwakilan lembaga. Pemohon dari individu adalah Alm Abdurrahman Wahid, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq. Sedangkan lembaga terdiri dari Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Setara Institute, Desantara Foundation dan YLBHI.   

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait