Terjadi Sengketa, Konsumen Diimbau Selesaikan Secara Non-Litigasi
Utama

Terjadi Sengketa, Konsumen Diimbau Selesaikan Secara Non-Litigasi

Diperlukan pendidikan konsumen sejak dini untuk memberikan pemahaman terkait hak dan kewajiban konsumen.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David M.L Tobing.
Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David M.L Tobing.

Konsumen dan pelaku usaha memiliki hubungan saling membutuhkan satu sama lain dalam sistem ekonomi. Namun hubungan ini kerap menimbulkan sengketa jika dalam transaksi ekonomi yakni jual beli, salah satu pihak melakukan kecurangan.

Beberapa contoh misalnya barang yang dijual adalah palsu. Atau di era e-commerce, barang yang diterima oleh konsumen tidak sesuai dengan produk yang ditawarkan penjual, bahkan dalam beberapa kasus konsumen tidak menerima pesanan.

Jika merujuk pada UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), salah satu poin penting pada Pasal 4 UUPK mengatur bahwa hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; dan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Di sisi lain, berdasarkan Pasal 7 UUPK pelaku usaha berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; dan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. (Baca Juga: Pentingnya Mitigasi Risiko Terhadap Pemalsuan Merek)

Pelanggaran atas poin-poin yang diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 7 UUPK akan memicu sengketa. Dalam situasi tersebut, Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David M.L Tobing, mengingatkan konsumen untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur non litigasi dengan memanfaatkan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). LPKSM juga harus mengikuti kemajuan zaman dan berupaya inline dengan era digital, misalnya mencapai konsumen secara online.

“LPKSM harus lebih mengembangkan peran, hindari litigasi. Kalau memang harus ke litigasi, LPKSM harus jelaskan dan tanya ke konsumen, kalau litigasi akan makan waktu panjang,” kata David, Kamis (10/2).

Namun tak hanya di sisi penyelesaian sengketa, perlu campur tangan pemerintah untuk mencegah terjadinya sengketa. Sengketa kerap terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap hak-hak konsumen. Sehingga diperlukan sosialisasi dan edukasi masif yang langsung menyasar ke konsumen.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait