Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan pengujian Pasal 58 ayat (4) UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terkait kewajiban menyertakan sertifikat veteriner dan halal yang diajukan sejumlah pedagang daging babi dan anjing.
“Menolak permohonan pemohon I dan mengabulkan permohonan pemohon II, III, IV untuk sebagian. Menyatakan Pasal 58 ayat (4) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan itu bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang frasa ‘..wajib disertai sertifikat veteriner dan sertifikat halal’ dimaknai mewajibkan sertifikat halal bagi produk hewan yang memang tidak dihalalkan,” kata Ketua Majelis MK Moh Mahfud MD, Kamis malam (6/10).
Sebagaimana diketahui, permohonan ini diajukan Deni Junaedi (pedagang telur/pemohon I), I Griawan (pedagang daging babi/pemohon II), Netty Retta Herawaty Hutabarat (pedagang daging anjing/pemohon III), dan Bagus Putu Mantra (peternak babi/pemohon IV). Para pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 58 ayat (4) undang-undang itu yang harus menyertakan sertifikat veriner dan halal.
Mereka merasa kesulitan mengedarkan dagangannya jika harus menyertakan sertifikat halal. Sebab, produk daging babi dan anjing menurut ketentuan yang berlaku umum (umat Islam) termasuk kategori tidak halal. Padahal, beberapa daerah di Indonesia seperti Manado, Minahasa, dan Bali, masyarakatnya terbiasa mengkomsumsi daging babi atau anjing.
Karenanya, kewajiban untuk mencantumkan label halal dalam setiap produk hewan yang diproduksi dan dipasarkan di Indonesia khususnya bagi para pedagang daging babi dan anjing dinilai inkonstitusional.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat mustahil bagi pemohon II-IV akan mendapatkan sertifikat halal. Sebab, pedagang daging babi, yang dagingnya memang tidak halal untuk umat muslim.
“Penjual daging anjing yang dagangannya umumnya memang tidak untuk dikonsumsi dan Pemohon IV sebagai peternak dan penjual babi yang barang dagangannya tidak memerlukan sertifikat halal, sehingga fakta bidang usaha Pemohon II-IV berhubungan dengan hewan atau produk hewan yang tidak halal,” kata hakim konstitusi, M Alim.