Setelah Sambo
Kolom

Setelah Sambo

Sudah seharusnya pula Presiden dan DPR meminta masukan masyarakat dalam merumuskan agenda reformasi kelembagaan Polri.

Bacaan 5 Menit
Rifqi S. Assegaf. Foto:  Istimewa
Rifqi S. Assegaf. Foto: Istimewa

Kontroversi kasus Ferdy Sambo tidak berhenti pada kasus pembunuhan dan perintangan penyidikan (obstruction of justice), yang keduanya tengah disidik, namun juga dugaan korupsi sejumlah oknum Polri, serta problem manajemen organisasi.

Kedua hal terakhir menjadi sorotan dengan beredarnya skema ‘kerajaan’ Sambo yang ditengarai dari internal Polri sendiri, yang mengelaborasi kuasa yang bersangkutan di lingkungan Polri (bahkan Menkopolhukam menyebutnya sebagai “ada Mabes di dalam Mabes”), dugaan keterlibatannya bersama sejumlah pihak dalam praktik beking judi, serta kekayaan fantastis beberapa pejabat Polri yang mampu membeli kendaraan, rumah, atau jam berharga selangit. Banyak pihak melihat ini hanyalah puncak dari gunung es dari berbagai masalah lain di lembaga penting tersebut.

Wajar jika kemudian publik bertanya, apakah berbagai masalah tersebut akan direspon tuntas oleh Polri dan negara? Sementara ini, Kapolri baru berkomitmen menuntaskan kasus pembunuhan dan perintangan penyidikan, namun belum jelas nasib proses hukum atas dugaan beking judi dan kekayaan tidak wajar.

Menkopolhukam berinisiatif mengusulkan memorandum reformasi internal Polri, meski tanpa menyentuh “ke agenda politik”, misal perubahan aturan guna memposisikan Polri di bawah kementerian/lembaga tertentu, untuk menghindari “kegaduhan”. Hal ini membuat publik khawatir bahwa momentum perubahan (kembali) akan berhenti pada koreksi minor.

Baca juga:

Kekuasaan Besar Polri

Terlepas dari sejumlah ketidakpuasan masyarakat, kita harus mengakui bahwa beberapa tahun belakangan, cukup banyak reformasi yang dijalankan Polri, yang mendongkrak citranya di mata publik. Kita menyaksikan dan merasakan inovasi terkait pelayanan publik, misal terkait SIM dan STNK. Citra Polri juga naik karena aktifnya institusi dalam kegiatan sosial (meski tidak terkait dengan tugasnya), seperti pemberian bansos dan vaksin Covid. Masalahnya, sebagaimana akan dijelaskan, cukup banyak isu pokok yang belum tersentuh.

Polri memiliki tiga kewenangan besar, yakni penegakan hukum, keamanan dan ketertiban yang, berdasarkan pengalaman empiris, tidak jarang disalahgunakan. Contoh, atas nama menjaga ketertiban, oknum Polri dapat membungkam kebebasan masyarakat, misal saat berdemonstrasi secara sah untuk memprotes kebijakan negara. Kewenangan terkait keamanan (termasuk intelijen) dapat disalahgunakan untuk mengamankan kegiatan usaha bermasalah (misal dengan menempatkan personel Polri bersenjata di wilayah usaha), atau mencari-cari kesalahan individu yang “ditarget”, tanpa melalui proses hukum (due process).

Tags:

Berita Terkait