Sivitas akademika Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera mendeklarasikan keprihatinannya terhadap berbagai pelanggaran hukum dan etika pejabat dan penyelenggara negara dalam Pemilu 2024. Seruan keprihatinan ini sebagai bentuk tanggung jawab moral dan intelektual lembaga pendidikan yang menilai Presiden Joko Widodo beserta anak buahnya selaku penyelenggara negara menyalahgunakan kewenangannya untuk mempertahankan kekuasaan.
Pengajar STH Indonesia Jentera, Yunus Husein mengatakan, permasalahan pelanggaran hukum dan etik pejabat negara jelang pemilu menjadi titik nadir Indonesia sebagai negara demokrasi. Dia mengkritik Presiden Jokowi yang seharusnya berperan sebagai penjaga prinsip-prinsip demokrasi justru patut diduga terlibat penyelewengan etik.
“Sejalan dengan kampus lainnya, kami ingin beri peringatan mengenai situasi terakhir. Selamatkan demokrasi Indonesia. Pemilu serentak 2024 sudah di depan mata. Tapi perjalanannya diiringi kontroversi dan kekhwatiran,” ujarnya saat membacakan pidato deklarasi di STHI Jentera, Rabu (7/2/2024).
Menurutnya, masyarakat Indonesia menjadi saksi betapa praktik demokrasi di tanah air mengalami kemerosotan dan serampangan. Ketidakberesan praktik demokrasi menurut Yunus, mencuat karena penyalahgunaan kekuasaan dengan hukum dan etika yang diciderai demi memenuhi birahi politik dan keinginan memegang kendali penuh.
Baca juga:
- Civitas UI dan Unhas Warning Atas Hancurnya Tatanan Hukum dan Demokrasi
- Akademisi HTN UGM: Presiden Berkampanye-Memihak Munculkan Komplikasi Hukum
- Ada Indikasi Tidak Netral, Akademisi Beri Peringatan Soal Potensi Kecurangan Pemilu
Yunus yang sempat menjadi Ketua STH Indonesia Jentera periode 2015-2020 itu menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/2023 menjadi bukti nyata terjadinya perilaku penyalahgunaan kekuasaan dengan melanggar etik dengan memberikan layanan panggung politik tertinggi. Setidaknya, kata Yunus, penyalahgunaan kekuasaan berlangsung tanpa hambatan.
“Presiden Joko Widodo yang harusnya menjaga prinsip demokrasi patut diduga terlibat penyelewengan etika yang semakin memperkuat analisis bahwa Indonesia sedang dalam titik nadir demokrasi, ujarnya.