Soal Transportasi Berbasis Aplikasi, Bekraf Siap Usulkan Draf PP
Berita

Soal Transportasi Berbasis Aplikasi, Bekraf Siap Usulkan Draf PP

Bekraf meminta pemerintah jangan memasung kreatifitas.

Oleh:
NNP/ANT
Bacaan 2 Menit
Ketua Bekraf Triawan Munaf (berdiri) dalam peluncuran riset “Studi Konsumsi Media Online” di Jakarta, Rabu (16/3). Foto: RES
Ketua Bekraf Triawan Munaf (berdiri) dalam peluncuran riset “Studi Konsumsi Media Online” di Jakarta, Rabu (16/3). Foto: RES
Menyikapi polemik transportasi berbasis aplikasi, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengusulkan draf Peraturan Pemerintah (PP), payung hukum bagi bisnis tersebut. Ketua Bekraf Triawan Munaf mengatakan, keberadaan PP penting untuk memperjelas status hukum dari keberadaan transportasi berbasis aplikasi ini.

“Dari pemerintah, kita harus fleksibel dan harus punya payung hukum jangan sampai terjadi seperti kemarin. Kita mesti punya payung hukum untuk akomodasi perubahan-perubahan ini. Ini sedang digodok supaya kita tidak seperti pemadam kebakaran. Kita mau peraturan di Indonesia itu bisa akomodasi inovasi, perkembangan teknologi,” katanya usai peluncuran riset “Studi Konsumsi Media Online” di Jakarta, Rabu (16/3).

Menurut Triawan, payung hukum tersebut wajib dibahas bersama-sama pemangku kepentingan lainnya. Seperti, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan stakeholder yang lain.

“Kita nanti akan duduk sama-sama untuk payung hukum untuk inovasi. Bisa lewat peraturan pemerintah supaya cepat karena undang-undang sangat lama. Nanti kita akan usulkan rancangan atau draf. Waktu dulu Gojek ditutup, itu saya langsung datang ke Presiden,” tuturnya.

Bisnis aplikasi termasuk dalam 16 sektor kreatif yang dikembangkan oleh Bekraf. Atas dasar itu, Triawan berharap, pemerintah tidak bersikap ‘kaku’ dalam menyikapi polemik seperti ini. Menurutnya, pemerintah harusnya mendukung kreatifitas dan perkembangan transportasi berbasis aplikasi, bukan sebaliknya. “Harus ada pendekatan yang ringan atau sentuhan ringan dari pemerintah,” katanya.

Meski begitu, Triawan berharap, pelaku pengembang transportasi berbasis aplikasi juga harus memperhatikan apakah kreatifitasnya itu sejalan dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia atau tidak. Bukan hanya itu, pelaku usaha tersebut wajib membangun komunikasi yang baik dengan pihak pemerintah.

“Jangan hanya bikin kreatifitas lalu buat. Mereka juga harus liat mentoknya dimana, pelajari lah semua itu. Kalau ada hal-hal yang membatasi mereka berkomunikasi dengan pihak pemerintah. Bisa ngga ada perubahan. Jangan seperti sekarang,” terangnya.

Sebelumnya, Kemenhub menyurati Kemenkominfo yang berisi mengenai permintaan pemblokiran aplikasi pemesanan angkutan Uber Asia Limited (Uber Taxi) dan PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Car). Dalam surat bernomor: AJ 206/1/1/ PHB 2016 tertanggal 14 Maret 2016 itu disebutkan, ada delapan permasalahan terkait pelanggaran peraturan yang diduga dilakukan kedua perusahaan tersebut.

Sementara itu, Menkominfo Rudiantara mengisyaratkan tidak akan memblokir layanan Uber Taxi dan Grab Car. "Kita tidak boleh meniadakan hal ini. Harus diurai persoalannya. Intinya mereka sedang dalam proses mendapatkan izin beroperasi dari Kementerian Perhubungan. Kita tidak soal blokir dan tidak blokir. Teknologi itu netral maka kita buat peraturan win-win solution," katanya.

Aplikasi transportasi daring (online), kata Rudiantara, hanya merupakan media untuk memesan layanan atau sama dengan transportasi konvensional. Nantinya harus ada perizinan yang jelas dari pemerintah untuk dua aplikasi transportasi itu yang belakangan menjadi polemik di tengah masyarakat.

Rudiantara mengatakan ada kemungkinan Uber dan Grab Car akan memiliki wadah usaha guna menaungi bisnis mereka. Salah satu pilihannya adalah dua penyedia layanan itu diarahkan menjadi koperasi. "Ada arah nantinya mereka menjadi koperasi karena kebanyakan kendaraan untuk transportasi umum harus ada wadahnya apa itu swasta, BUMN atau koperasi. Mereka sedang menyusun untuk koperasi yang mewadahi," kata dia.

Lebih lanjut, dia meminta Uber dan Grab Car agar mendirikan layanan pelanggan yang berbasis di Indonesia, berikut server mereka. Dengan begitu, keamanan dan kenyamanan pelanggan menjadi terjamin karena jika ada keluhan pelayanan dapat langsung menghubungi kantor perwakilan di Indonesia.

Selain itu, lanjut Rudiantara, akan ada perlindungan pelanggan karena aplikasi transportasi itu menyimpan data pribadi pelanggan Indonesia. "Ini juga untuk customer protection karena data pelanggan ada di dia. Bagaimana ini nanti pemerintah juga harus berperan menjaga data pribadi itu," katanya.

Dari sisi penerimaan pajak bagi negara, pendirian kantor di Indonesia akan menjamin dibayarnya pajak. Hal ini akan berbeda jika tidak ada kantor di Indonesia maka penyedia aplikasi transportasi itu hanya mendapatkan pemasukan dari masyarakat Indonesia tanpa membayar pajak.

Tags:

Berita Terkait