Soal Uang Pengganti Jadi Alasan KPK Banding Perkara Markus Nari
Berita

Soal Uang Pengganti Jadi Alasan KPK Banding Perkara Markus Nari

KPK meyakini Markus menerima AS$900 ribu, bukan AS$400 ribu seperti putusan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Diketahui, Markus Nari, divonis enam tahun penjara karena terbukti memperoleh AS$400 ribu dari proyek KTP elektronik dan menghalang-halangi pemeriksaan perkara KTP elektronik di persidangan. Selain itu ia juga dikenakan denda sebesar Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. 

 

Markus juga dihukum dengan dua pidana tambahan, pertama pencabutan hak politik selama lima tahun setelah ia selesai menjalani pemidanaan. Selain itu ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai AS$400 ribu, yang kemudian hal ini menjadi alasan banding KPK.

 

Namun majelis hakim tidak sependapat dengan JPU KPK yang menyatakan bahwa Markus Nari juga menerima uang AS$500 ribu dari Irvanto yang tak lain merupakan keponakan Setya Novanto di ruang Fraksi Partai Golkar. Uang tersebut merupakan bagian AS$1 juta yang diperintahkan Andi Narogong agar Irvanto menyerahkan kepada Nari selaku anggota Komisi II DPR merangkap anggota Banggar dan Melchias Markus Mekeng selaku ketua Banggar yang juga politikus Partai Golkar.

 

Putusan majelis hakim ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Markus divonis 9 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar AS$900 ribu. Vonis itu dibacakan ketua majelis hakim Franky Tumbuwun dan Emilia Djadjasubagdja, Rosmina, Anwar, dan Sukartono yang masing-masing sebagai anggota majelis.

 

Selain menerima uang, Markus juga terbukti merintangi proses penyidikan. Markus meminta pengacaranya, Anton Tofik, untuk memantau sidang pembacaan dakwaan perkara Irman dan Sugiharto pada 9 Maret 2018 guna memastikan kebenaran bahwa namanya disebut dalam dakwaan.

 

Pada 12 Maret 2017, ia juga meminta Anton Tofik mencarikan salinan BAP Miryam S Haryani dalam perkara Irman dan Sugiharto yang menyebut secara spesifik namanya dalam penerimaan imbalan. Kemudian pada 17 Maret 2017 meminta Anton Tofik untuk mengantar salinan BAP Miryam yang telah distabilo dan ditandai dicabut kepada Miryam S Haryani di kantor Elza Syarif dengan imbalan Sing$10 ribu dan AS$10 ribu.

 

Selain itu Markus juga berpaya agar Sugiharto tidak menyebutkan namanya dengan cara mengirim pesan melalui Robinson yang memiliki klien bernama Amran Hi Mustari, teman satu sel Sugiharto di Rutan Guntur. Majelis hakim menilai rangkaian perbuatan ini terbukti Markus merintangi peradilan dengan mencoba memengaruhi dua orang dalam persidangan kasus e-KTP. Kedua orang itu ialah eks anggota Komisi II DPR, Miryam S. Haryani, yang saat itu masih saksi dan eks Direktur Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.

Tags:

Berita Terkait