Soal Ujian Advokat Asing, “So Tricky”
Utama

Soal Ujian Advokat Asing, “So Tricky”

Pendidikan sebelum ujian sangat membantu peserta ujian.

Oleh:
Happy Rayna Stephany
Bacaan 2 Menit
Untuk kali pertama ujian advokat asing digelar oleh PERADI, Jakarta kamis (27/2). Foto: RES
Untuk kali pertama ujian advokat asing digelar oleh PERADI, Jakarta kamis (27/2). Foto: RES
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) telah sukses menggelar ujian advokat asing di Indonesia untuk pertama kali. Ada banyak kesan dan komentar yang timbul dari para peserta ujian. Ada yang mengaku grogi, ada juga yang mengaku kaget dengan soalnya.

Anna Alfaro Manurung –salah seorang peserta- dan beberapa peserta lainnya menyebut bahwa soal yang disajikan cukup “tricky” (menjebak). Soal-soal yang “menjebak” memang sudah dikenal sebagai khas PERADI, terutama dalam ujian-ujian calon advokat Indonesia.  

Anna yang bekerja sebagai Foreign Legal Counsel dari Kantor Hukum Adnan Kelana Haryanto & Hermanto mengaku grogi menghadapi ujian advokat asing yang diadakan Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi). “Sedikit grogi karena ini adalah untuk pertama kalinya saya mengambil ujian di Indonesia,” ujarnya dalam bahasa Inggris kepada hukumonline usai ujian, Kamis (27/2).

Kendati demikian, setelah ia menghadapi ujian itu sendiri, ia mulai merasa cukup baik. Pasalnya, ia cukup terbantu dengan pendidikan yang diadakan Peradi sebelum ujian berlangsung, yaitu pendidikan dengan materi ajar Fungsi dan Peran Organisasi Advokat dan Kode Etik Advokat pada Senin lalu (24/2). Pendidikan tersebut, sambungnya, sangat membantu dalam mengklarifikasi tentang beberapa konsep-konsep yang selama ini ia belum ketahui.

Meskipun merasa terbantu dengan pendidikan yang diadakan Peradi, advokat asal Filipina ini tak dapat memungkiri jika beberapa soal sangat menjebak dan memerlukan beberapa analisis yang mendalam. Namun, lagi-lagi ia mengatakan soal-soal tersebut cukup fair. Terkait soal esai, Anna membeberkan ada dua soal dan peserta harus memilih salah satu di antaranya. Ia memilih soal tentang bagaimana peran advokat asing membantu advokat muda Indonesia dalam mengembangkan karir mereka.

Alasan Anna memilih tema ini karena dia sudah cukup lama bekerja di kantor hukum tempatnya bekerja saat ini. Ia telah bekerja sekitar lima tahun dan sehari-hari bertugas memberi saran di bidang commercial law kepada kliennya yang berasal dari Filipina. Karenanya, ia merasa cukup mengerti dan memilih menjawab soal tersebut.

Lain lagi dengan Almira Moronne. Ia menilai ujian advokat ini sangat sulit dan menantang. Menurutnya, pertanyaa-pertanyaan di soal cukup panjang sehinga diperlukan cara menjawab yang benar. Untuk soal esai, Almira memilih soal tentang alasan penting, niat, dan keinginan untuk bergabung bersama Peradi.

“Harus pikir-pikir sekali,” tuturnya terbata-bata menggunakan bahasa Indonesia.

Wanita asal Amerika Serikat ini menambahkan sebenarnya ia cukup terkejut dengan soal ujian tersebut. Ada beberapa soal yang muncul di luar materi pendidikan yang diujiankan. Tidak hanya soal kode etik semata, tetapi ada soal lainnya di luar perkiraannya, seperti soal tentang advokat.

“Tentang Advokat itu not really address in seminar. Really surprising,” pungkasnya. 

Bahasa Inggris
Panitia Ujian Advokat Asing 2014 Yulita Dyah Prabudiningrum membenarkan memang ada dua soal untuk essai. Setiap peserta bebas memilih satu di antaranya. Lantaran ada soal essai inilah, panitia memutuskan untuk menambah waktu ujian selama 30 menit dari yang dijadwalkan semula, yaitu dari 11.00-12.30 WIB.

“Pertambahan waktu telah diutarakan sejak awal ujian,” tutur Yulita.

Terkait dengan penggunaan bahasa, Yulita mengatakan panitia masih menggunakan bahasa Inggris meskipun Peradi meminta advokat asing yang bekerja di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia. Lebih lagi, setelah mengikuti ujian ini, Peradi berharap advokat asing mengerti dan memahami hukum Indonesia. Alasan penggunaan bahasa Inggris adalah selain sebagai bahasa internasional, ujian ini adalah ujian advokat asing di Indonesia untuk pertama kalinya. Sehingga, panitia berusaha mengerti dan memahami kesulitan bahasa tersebut.

“Kita toleransi dulu. Mungkin untuk ujian berikutnya akan kita pikirkan lagi,” lanjutnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Peradi Hasanuddin Nasution mengatakan alasan diadakannya ujian advokat asing adalah memang untuk melaksanakan perintah Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Atas dasar tersebut, Peradi memberikan dua tema yang diujikan, yaitu mengenai Kode Etik Advokat serta Fungsi dan Peran Organisasi Advokat.

Melalui ujian ini, Hasanuddin berharap para advokat asing tersebut memahami kode etik dan hukum-hukum yang ada di Indonesia. Sehingga ketika advokat asing melakukan kekeliruan, mereka dapat dihukum. Selain mengujikan tentang kode etik, Hasanudin menyebutkan materi yang diujikan adalah mengenai organisasi advokat itu sendiri. Menurutnya, ujian mengenai organisasi advokat juga penting karena banyak para advokat asing tersebut yang belum memahami tentang struktur dan sejarahnya.

“Itu (organisasi advokat, red) mendasar banget menurut kami. Bagaimana Peradi itu, bentuknya, sejarahnya, strukturnya, itu penting diberikan kepada mereka informasi seluas-luasnya,” tutur Hasanuddin ketika dihubungi hukumonline melalui sambungan telepon, Jumat malam (14/2).

Pertimbangan lain perlunya ujian advokat asing ini adalah mengenai transfer ilmu pengetahuan. Setelah mendapatkan rekomendasi dari Peradi, para advokat asing ini diwajibkan untuk memberikan manfaat kepada advokat-advokat Indonesia mengenai ilmu yang mereka peroleh dari negara asal mereka. Hasanudin belum merasakan manfaat yang signifikan dengan keberadaan advokat asing tersebut di Indonesia bagi perbaikan hukum Indonesia.

“Hampir kita tidak mendapat manfaat dari eksistensi mereka di sini,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait