Pengacara publik LBH Jakarta, Johannes Gea, mengatakan jajaran LBH Jakarta sudah mengetahui pemasangan spanduk itu di beberapa tempat. Malah awalnya, kata Gea, ada yang dipasang di depan kantor LBH di Jalan Diponegoro.
Direktur LBH Jakarta Feby Yonesta menilai spanduk itu dipasang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Dari isi spanduk, ia menduga ada kaitan dengan gugatan warga negara yang diwakili pengacara LBH Jakarta terhadap proses pembelian saham Palyja oleh salah satu BUMD Jakarta (PT Jakarta Propertindo). Pemerintah provinsi DKI Jakarta juga sudah mengeluarkan pernyataan seolah-olah pembelian saham Palyja terhalang oleh gugatan LBH Jakarta.
Gugatan warga negara atas swastanisasi air didaftarkan pada November 2012. Warga negara, melalui LBH Jakarta, menggugat instansi pemerintah pusat dan pemprov DKI Jakarta. Penggugat mendalilkan gugatan menolak swastanisasi air diajukan untuk kepentingan masyarakat DKI agar layanan air bersih mudah diakses. Bagi LBH, hak atas air adalah hak dasar manusia harus dijamin, dilindungi, dan dipenuhi negara. Perjanjian kerjasama pemerintah dengan perusahaan swasta mengenai pengelolaan air dinilai menghambat akses masyarakat atas air.
Namun langkah hukum LBH Jakarta itu ternyata mendapat tanggapan sebaliknya dari mereka yang menamakan Masyarakat Pendukung Air Milik Negara. LBH malah dituding sebagai antek asing karena gugatan LBH dianggap menghalangi proses pembelian saham Palyja oleh BUMD.
Menanggapi aksi itu, Feby Yonesta memastikan LBH Jakarta tidak akan menurunkan spanduk yang dipasang di beberapa tempat. LBH juga tidak akan menyurutkan langkah mengajukan gugatan warga negara dimaksud. Apalagi sebelumnya, LBH dan anggota Koalisi Masyarakat Sipil sudah melaporkan dugaan korupsi pengelolaan air ke KPK. LBH adalah organisasi yang selama ini memperjuangkan hak berekspresi dan menyampaikan pendapat di tempat umum. “Memasang spanduk itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi,” kata Mayong, panggilan akrab Feby Yonesta.