Spektrum Legal Standing Anggota DPR dalam Pengujian UU
Kolom

Spektrum Legal Standing Anggota DPR dalam Pengujian UU

​​​​​​​Pemberian legal standing bagi anggota DPR dalam pengujian undang-undang sangat ditentukan oleh variabel kasus dan bangunan argumentasinya.

Bacaan 2 Menit

 

Yang menarik, dalam putusan dengan amar tidak dapat diterima ini, MK menyatakan dalam pertimbangannya: “Jika seandainya dalam proses pembentukan undang-undang a quo tirani mayoritas fraksi atas minoritas fraksi, quod non, hal demikian akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi Mahkamah.” Pernyataan ini tentu dapat dibaca bahwa sebenarnya legal standing bagi anggota DPR dalam pengujian undang-undang tidaklah terkunci.

 

Celah inilah kemudian yang dimanfaatkan oleh Lily Chadijah Wahid bersama Bambang Soesetyo dan Akbar Faizal, masing-masing selaku perorangan anggota DPR, untuk mengajukan pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam Perkara No. 26/PUU-VIII/2010 itu, mereka mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 184 ayat (4) UU MD3 yang mengatur tentang kuorum hak menyatakan pendapat sebanyak 3/4.

 

Kali ini MK memutus dengan amar mengabulkan permohonan yang berarti pula bahwa para pemohon sebagai anggota DPR dinilai memiliki legal standing. MK berpendapat bahwa “hak menyatakan pendapat” merupakan hak konstitusional yang melekat hanya pada anggota DPR dan bukan hak warga negara lainnya. DPR sebagai institusi dapat menggunakan hak tersebut kalau ada persetujuan para anggota DPR –yang masing-masing memiliki hak konstitusional untuk mengontrol jalannya pemerintahan negara.

 

MK menilai ketentuan kuorum 3/4 dalam Pasal 184 ayat (4) UU MD3 dapat menghalangi hak konstitusional para pemohon untuk menggunakan “hak menyatakan pendapat” sebagai mekanisme kontrol DPR atas kebijakan pemerintah. Apalagi jika dikaitkan dengan posisi para pemohon sebagai anggota DPR yang jumlahnya minoritas.

 

Selanjutnya, barulah Setya Novanto mengajukan pengujian UU ITE dan UU Tipikor dalam Perkara No. 20/PUU-XIV/2016 dan 21/PUU-XIV/2016 sebagaimana telah dikemukaan di atas. Mengenai legal standing Novanto, MK menyatakan bahwa perorangan warga negara yang menyandang status anggota DPR dipertimbangkan tersendiri terhadap kedudukan hukumnya sesuai dengan kerugian konstitusional yang didalilkan.

 

Beberapa Alasan

Beberapa pengalaman pengujian undang-undang tersebut menunjukkan adanya spektrum legal standing anggota DPR sebagai pemohon. Pemberian legal standing bagi anggota DPR dalam pengujian undang-undang sangat ditentukan oleh variabel kasus dan bangunan argumentasinya. MK sendiri selalu memberi penjelasan tentang perbedaan atau persamaan perkara-perkara yang memiliki kemiripan satu sama lain, termasuk dalam hal penentuan legal standing-nya.

 

Meski demikian, tanpa bermaksud menyederhanakan persoalan, ada beberapa alasan yang bisa digarisbawahi dari fakta-fakta diperolehnya legal standing oleh anggota DPR sebagai pemohon. Alasan-alasan yang tentu saja sangat tipikal, kasuistis, dan tidak bersifat kumulatif.

Tags:

Berita Terkait