Sssttt, UU Hak Cipta Ternyata Dibuat oleh Anak Mall
Berita

Sssttt, UU Hak Cipta Ternyata Dibuat oleh Anak Mall

Berat badan Sam Bimbo naik dua kilo selama pembahasan RUU Hak Cipta.

Ali
Bacaan 2 Menit
Dirjen HKI Prof. Ahmad Ramli (Kiri). Foto: SGP
Dirjen HKI Prof. Ahmad Ramli (Kiri). Foto: SGP

Sebuah undang-undang biasanya dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. Namun, beda halnya dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Hak Cipta. Setidaknya, ada tiga pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU yang telah disetujui ini, yakni pemerintah, DPR, dan anak mall.

Ya, anak mall. Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Prof. Ahmad Ramli yang “membongkar” rahasia ini.

Ceritanya, pembahasan RUU Hak Cipta ini digelar maraton oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR dan perwakilan pemerintah yang dipimpin oleh Ramli. “Rapat digelar dari siang, sore, bahkan hingga malam hari,” ungkapnya dalam acara sosialisasi RUU Hak Cipta di Jakarta, Senin lalu (29/9).

“Rapat dengan DPR siang hari, sore kami rapat inter departemen (antar kementerian di pemerintah,-red) di mall. Berpindah dari satu mall ke satu mall. Gara-gara UU Hak Cipta ini, kami jadi anak mall,” seloroh akademisi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran ini. 

“Malamnya rapat di hotel. Besoknya sudah memberikan masukan yang diminta Pansus,” ujar Ramli mengenang sibuknya pembahasan RUU Hak Cipta itu.

Pengakuan Ramli ini dikonfirmasi oleh penyanyi senior Sam Bimbo. Pria yang ikut dalam setiap pembahasan RUU Hak Cipta di DPR ini mengakui padatnya jadwal pembahasan, sehingga membuat dirinya juga menjadi ‘anak mall’. “Pagi di DPR, sore di Mall, malam di hotel,” ujarnya.

“Perut saya bahkan jadi naik dua kilo. Mudah-mudahan badan tambah sehat setelah ini,” seloroh pentolan Bimbo ini.

Entah kebetulan atau memang keseringan ‘nongkrong’ di mall, UU Hak Cipta ini memang mengatur sebuah aturan baru. Yakni, aturan yang bisa menjerat pengusaha atau pengelola mall yang membiarkan terjadinya transaksi barang-barang yang melanggar hak cipta di tempatnya.

Pasal 10 UU Hak Cipta ini berbunyi, “Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya”.

Larangan ini bukan sebuah ancaman kosong. Bila ada pengelola tempat perdagangan melanggar larangan itu, maka siap-siaplah membayar denda senilai Rp100 juta.

Pasal 114 UU Hak Cipta menyatakan, “Setiap orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

Ketua Pansus RUU Hak Cipta Didi Irawadi Syamsudin punya cerita berbeda. Meski dirinya dan rekan-rekannya di Pansus tidak ikut-ikutan jadi “anak mall” seperti wakil pemerintah, ia mengaku waktu dan tenaga yang digunakan tidak sedikit dalam pembahasan RUU ini.

“Rapat dari pagi, siang, malam dan subuh. Sahabat-sahabat saya di dewan semangat membahas RUU ini, padahal banyak di antara anggota Pansus sudah tidak lagi lolos atau menjabat sebagai anggota DPR di periode berikutnya,” ujarnya.

“Biasanya sulit mencari kawan-kawan anggota DPR yang tidak lolos lagi untuk menggelar rapat, tapi kawan-kawan di Pansus ini ternyata rajin-rajin,” tambahnya.

Tags:

Berita Terkait