DPR Setujui RUU Hak Cipta Jadi UU
Utama

DPR Setujui RUU Hak Cipta Jadi UU

Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan maupun penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Berhati-hatilah bagi pengusaha yang menjual barang-barang non original, maupun menggunakan karya seseorang tanpa seizin pemilik hak cipta demi kepentingan komersial. Mereka boleh jadi bakal berurusan dengan aparat penegak hukum. Soalnya, DPR baru saja menyetujui Revisi Undang-Undang (RUU) No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Persetujuan itu ditandai ketukan palu sidang Ketua Wakil DPR Priyo Budi Santoso dalam rapat paripurna di Gedung DPR, Selasa (16/9). “Apakah RUU Hak Cipta dapat disahkan menjadi undang-undang?,” tanya Priyo dalam ruang rapat paripurna. Serentak, anggota dewan yang hadir menyatakan persetujuannya.

Dalam laporan akhir, Ketua Pansus RUU Hak Cipta, Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan Indonesia merupakan negara yang berisi beragam etnik dan hasil karya anak bangsa. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan terhadap keanekaragaman hak cipta intelektual, termasuk program perangkat lunak di bidang teknologi dan informasi.

Perkembangan dunia teknologi dan informasi tak dapat dipungkiri. Bukan tidak mungkin bakal terjadi pembajakan hasil karya pemilik hak cipta. Oleh sebab itu, kata Didi, perlindungan hak cipta menjadi sebuah kebutuhan yang mesti diwujudkan. Dikatakan Didi, hak cipta memiliki peran yang cukup strategis dalam peningkatan perekonomian negara. Meski Indonesia telah memiliki UU 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, toh dinilai sudah tidak sesuai dengan kondisi kekinian.

“Dan masih perlu disempurnakan tentang hak cipta,” katanya.

Anggota Komisi III itu mengatakan, langkah DPR dan pemerintah melakukan revisi UU No.19 Tahun 2002 sebagai upaya pemberian perlindungan maksimal terhadap pemilih hak cipta dan hak intelektual. Pasalnya, hasil karya dalam bentuk wujud maupun tak beruwujud telah membawa perkembangan perekonomian rakyat.

“Perubahan UU ini memberikan perlindungan antara pemilik hak cipta dan masyarakat,” ujarnya.

Dikatakan Didi, UU Hak Cipta yang baru  terdiri 19 Bab dan 126 Pasal. Salah satu yang diatur dalam UU tersebut adalah hak bagi pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaanya. Menariknya, UU tersebut mengatur keras terhadap pengelola tempat perdagangan agar melarang penjualan maupun menggadakan barang hasil pelanggaran hak cipta. Dengan kata lain, pengelola tak memperbolehkan penyewa tempat berdagang menjual barang hasil penggandaan atau biasa dikenal menjual barang kualitas di bawah barang original.

UU Hak Cipta teranyar pun mengatur tentang hak ekonomi atas potret, pengalihan hak ekonomi, hak ekonomi pelaku pertunjukan, hak moral pelaku pertunjukan, hak ekonomi produser fonogram, lembaga penyiaran, pembatasan perlindungan. Kemudian, mengatur ekspresi budaya tradisional dan ciptaan yang dilindungi. UU menjelaskan ciptaan yang dilindungi meliputi ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Pembatasan hak cipta dan sarana kontrol teknologi menjadi bagian yang diatur dalam UU Hak Cipta.

Lebih jauh politisi Partai Demokrat itu mengatakan, keberadaan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) diharapkan dapat berpera aktif dapat menarik imbalan wajar dari pengguna hak cipta yang bersifat komersial. Menurutnya, pengguna hak cipta mesti membuat perjanjian dengan LMK yang berisi kewajiban untuk membayar royalti atas hak cipta. Tak kalah menarik, UU ini juga mengatur penyelesaian sengketa, penetapan sementara penagdilan, penyidikan dan ketentuan pidana.

Menurut Didi, revisi UU No.19 Tahun 2002 selain bertujuan meningkatkan perlindungan terhadap pemilik hak cipta, juga mendukung peningkatan perekomian. Khususnya, di bidang industri kreatif, film musik dan perangkat lunak. “Diharapkan dapat memberikan perlindungan dan peningkatan perekonomian,” ujarnya.

Anggota Komisi IX Gede Pasek Suardika mengaku gembira dengan disetujuinya RUU Hak Cipta menjadi UU. Namun, ia memberi catatan agar hak cipta kreasi masyarakat tradisional yang dikelola negara dapat diatur dengan Peraturan Pemerintah yang lebih lengkap. Pasalnya, kepentingan budaya adat yang memberikan keuntungan seperti tarian, seni patung dapat diberikan kepada komunitas adat tersebut.

“Karena itu, keuntungan tidak saja masuk ke negara, tapi masuk ke komunitas adat tersebut,” ujarnya.

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Amir Syamsuddin mengamini persetujuan RUU tersebut. Menurutnya, pemerintah telah banyak meratifikasi aturan internasional terkait  bidang kekayaan hak intelektual. Dia mengatakan, UU yang baru diharapkan dapat menggali potensi royalti berupa buku, musik, film dan hak cipta lainnya secara optimal.

Dikatakan Amir, UU tersbeut merespon secara cerdas media komunikasi. Pendekatan yang digunakan dilakukan secara elegan dan efektif. Selain itu, UU tersebut memberikan sanksi berat bai pembajak hasil karya. “Karena menghilangkan kreatifitas makro negeri ini. Selamat datang di era perlindungan hak cipta,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait