Temenggung terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 30 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sebab, perbuatan Sjafruddin dengan menerbitkan SKL Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu menguntungkan Sjamsul selaku pemilik saham pengendali BDNI sebesar Rp 4,5 triliun. Kini, Sjamsul dan istrinya, Itjih Nursalim, juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara ini.
Karenanya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai Yanto menjatuhkan pidana selama 13 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp700 juta subsider selama 3 bulan kurungan. Lalu, pada 2 Januari 2019, vonis Syafruddin diperberat menjadi 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 3 bulan kurungan di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Syafruddin tetap dinyatakan bersalah dalam kasus penerbitan SKL BLBI ini.
Ketua Majelis Dissenting
Menariknya, putusan kasasi Syafruddin tidak bulat, diantara Majelis memiliki pandangan berbeda melihat kasus dugaan korupsi BLBI ini. Ketua Majeilis Hakim Salman Luthan mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda). Salman sependapat dengan putusan judex factie di tingkat banding yang menghukum Syafruddin selama 15 tahun penjara.
“Putusan judex factie (banding) sudah tepat dan dipertahankan,” demikian kesimpulan dissenting Salman dalam pertimbangan putusannya.
Anggota Majelis Syamsul Rakan Chaniago menilai perbuatan Terdakwa bukan merupakan tindak pidana, melainkan perbuatan masuk dalam lingkup hukum perdata. Sedangkan, Anggota Majelis Mohamad Askin berpendapat perbuatan Terdakwa masuk dalam lingkup hukum administrasi (concurring opinion).
“Saya belum bisa memberitahu pertimbangan putusan secara lengkap karena putusan kasasi ini masih dalam tahap minutasi,” kata Abdullah.
Sebelumnya, Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan Syafruddin bisa dikeluarkan dari rutan KPK demi hukum karena masa penahanannya sudah habis pada Selasa (9/7/2019).