Tanda Tangan Elektronik Kembali Dapat Pengakuan
Berita

Tanda Tangan Elektronik Kembali Dapat Pengakuan

Akademisi: hukum memang harus bisa menjangkau masa depan.

IHW/Rfq
Bacaan 2 Menit
Tanda Tangan Elektronik Kembali Dapat Pengakuan
Hukumonline

Lalu lintas perbankan tak bisa menghindar dari pemanfaatan perangkat elektronik. Hampir semua pelayanan perbankan, terutama berkaitan dengan transfer uang, dilakukan melalui jalur elektronik. Kenyataan ini ikut mendorong perkembangan sistem pembuktian dalam hukum acara pidana.

 

Rancangan Undang-Undang Transfer Dana, yang sudah disetujui menjadi Undang-Undang, mengakui secara tegas pembuktian melalui elektronik. “Tanda tangan elektronik dalam kegiatan transfer dana memiliki kekuatan hukum yang sah”, demikian rumusan pasal 77 Undang-Undang ini.

 

Lebih lanjut dirumuskan, informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya dalam kegiatan Transfer Dana merupakan alat bukti yang sah.

 

Rumusan tersebut merupakan pengakuan terbaru Undang-Undang terhadap alat bukti elektronik setelah sebelumnya mendapat pengakuan antara lain dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Namun, dalam Undang-Undang tentang Transfer Dana, tak disebutkan lagi persyaratan keabsahan tanda tangan elektronik (digital signature). Persis seperti dijelaskan pasal 76 ayat (2), bahwa pengakuan terhadap informasi elektronik, dokumen elekronik, dan hasil cetaknya merupakan “perluasan dari alat bukti yang sah sesuai hukum acara yang berlaku”.

 

Pengakuan hukum terhadap kekuatan pembuktian tanda tangan elektronik merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Perkembangan teknologi sudah sedemikian maju. Seharusnya hukum, termasuk hukum pembuktian, harus bisa mengantisipasi perkembangan tersebut. Menurut Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Soetandyo Wignjosoebroto, hukum dibuat agar bisa menjangkau masa depan, bukan selalu berkompromi dengan kondisi saat ini. Hukum harus futuristik. “Saya lebih memahami sebagai ius constituendum, bukan ius constitutum,” ujarnya kepada hukumonline.

 

Anggota penyusun RUU KUHAP, Mudzakir, juga berpendapat tanda tangan elektronik sudah merupakan kenyataan sehari-hari dalam kegiatan perbankan. Yang dibutuhkan adalah cantolan atau pijakan hukum yang mengakui tanda tangan elektronik sebagai alat bukti sah secara hukum. “Semestinya di masa depan, harus ada pengakuan,” ujarnya.

 

Dalam praktik selama ini, pengakuan terhadap tanda tanda tangan elektronik sangat ditentukan kesepakatan kedua belah pihak. "Sepanjang disepakati oleh para pihak, tidak masalah walau belum diatur dalam undang-undang. Karena perlu diingat bahwa kesepakatan antara para pihak menjadi undang-undang bagi para pihak itu," jelas Soetandyo.

Tags: