Tangani Kasus Perempuan Sebagai Korban? Advokat Perlu Perspektif Ini
Berita

Tangani Kasus Perempuan Sebagai Korban? Advokat Perlu Perspektif Ini

Corporate law firm perlu menyiapkan infrastruktur dan memperkuat perspektif.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Hukumonline.com

 

Sektor Privat

Persoalan lain, kendala bagi advokat yang bekerja di corporate law firm saat hendak memberikan batuan hukum pro bono, diungkapkan Prayit Ginting. Associate pada Melli Darsa & Co (MDC) ini menilai advokat yang sehari-hari bekerja di sektor privat jarang menyentuh aspek litigasi yang secara umum menjadi inti dari bantuan hukum pro bono. Untuk menjawab persoalan ini, sebagian kalangan termasuk sejumlah corporate lawyer mulai memperluas cakupan pro bono dengan memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada sejumlah pihak yang masuk kategori kelompok rentan, tidak hanya kalangan tidak mampu secara ekonomi.

 

Partner pada Ivan Almaida Baely dan Firmansyah (IABF), Almaida Askandar menceritakan IABF kerap memberi advice secara pro bono kepada sejumlah pihak termasuk pemerintah, dan membantu NGO yang bergerak di bidang perlindungan hewan secara pro bono. Ia mengakui pendampingan seperti ini memberi warna tersendiri dalam konteks bantuan hukum secara cuma-cuma ke berbagai pihak yang membutuhkan.

 

(Baca juga: Begini Cara LBH Apik Atasi Kurangnya Bantuan Hukum)

 

Almaida juga menyoroti keberadaan buruh pabrik di daerah industri yang umumnya adalah pekerja perempuan. Kasus-kasus menyangkut pelecehan atau kekerasan seksual kerap menimpa buruh perempuan di tempat kerja. Ia mendorong pembentukan asosiasi pekerja di masing-masing perusahaan yang secara khusus concern memberikan perlindungan bagi buruh perempuan. “Kalau ada perlindungan seperti ini, persoalan yang menimpa mereka (buruh perempuan) akan lebih didengar dan tidak cepat ditutup oleh perusahaan,” ujar Almaida.

 

Namun, ia juga melihat masih ada perempan yang kurang memahami perlindungan dan mekanisme hukum yang bisa ditempuh seandainya menjadi korban. Solusinya, masih perlu sosialisasi pemahaman terus menerus kepada kaum perempuan.

 

Tiwi berharap corporate law firm memperkuat pelayanan secara pro bono dengan cara membangun sistem dan membangun jaringan yang lebih luas. Inilah antara lain yang menjadi pekerjaan rumah di masa mendatang. Seandainya lembaga semacam Komnas Perempuan memberikan rekomendasi kepada korban untuk meminta advice ke law firm tertentu, maka law firm sudah siap memberikan advokasi atau pendampingan, termasuk menyiapkan pertanyaan-pertanyaan mendasar seperti standar penanganan korban, dan perspektif penanganan korban.

 

Jadi, ada pekerjaan rumah lain yang masih harus diselesaikan. “Bukan cuma buka akses tapi juga harus dibarengi kualitas dan standar (penanganan pro bono),” ujar Tiwi.

Tags:

Berita Terkait