Telan Banyak Korban, MK: Pemilu Serentak Harus Jadi Bahan Evaluasi
Utama

Telan Banyak Korban, MK: Pemilu Serentak Harus Jadi Bahan Evaluasi

Ungkapan “berdosa” yang disampaikan Ketua MK terkait penyesalan pernah memutus norma pemilu menjadi pemilu serentak tidak seharusnya disampaikan ke publik.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Meski begitu, MK menyampaikan turut berduka cita dan berempati yang mendalam atas meninggalnya ratusan petugas KPPS dan Panwaslu. “Kita semua tidak mengharapkan hal itu terjadi. Mungkin karena ini baru pengalaman pertama pemilu serentak (di Indonesia), sehingga banyak yang harus dibenahi (sistem pemilu) ke depannya,” kata dia.

 

Humas MK Fajar Laksono Suroso menilai sistem pemilu serentak penting dievaluasi untuk memperbaiki kualitas pemilu berikutnya. Namun, dia berharap alangkah sangat baik jika tidak mempersoalkan putusan MK. Sebab, bagaimanapun putusan MK terkait pemilu serentak merupakan hukum konstitusi yang berlaku mengikat dalam penyelenggaraan pemilu yang dikehendaki UUD 1945.

 

Direktur PuSaKo Universitas Andalas Feri Amsari menilai ungkapan “berdosa” yang disampaikan Ketua MK terkait penyesalan pernah memutus norma pemilu menjadi pemilu serentak tidak seharusnya disampaikan ke publik. “Ketua MK Anwar Usman terlalu cepat merespon hal ini. Seharusnya sebagai hakim MK, dia menahan diri sebelum mengeluarkan penyataan itu. Seharusnya memperbaiki proses pemilu serentak dalam persidangan MK, bukan ungkapan kepada media,” kritik Feri.

 

“Jadi, intinya Ketua MK tidak boleh mengomentari apa yang sudah diputus dan hal-hal yang ditimbulkan dari pemilu serentak. Namun, harus dievaluasi terlebih dahulu. Jika ada pihak yang tidak nyaman dengan pemilu serentak pasti akan dibawa ke MK lagi. Nah, MK dapat mengevaluasi (lagi) sistem pemilu serentak melalui putusannya,” sarannya.

 

Seperti diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Pilpres yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak pada Kamis (23/1/2014) silam.  Majelis membatalkan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 112  UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang mengatur pelaksanaan pilpres tiga bulan setelah pelaksanaan pileg alias tidak serentak.

 

Namun pembatalan ketentuan pemilu tidak serentak itu tak serta merta bisa diberlakukan pada Pemilu 2014, tetapi berlaku pada Pemilu 2019, kecuali pembentuk UU membuat aturan baru terkait pemilu serentak ini. Alasannya, semua tahapan penyelenggaraan pemilu 2014 ini sudah berjalan dan mendekati pelaksanaan. Singkat cerita, putusan MK terkait sistem pemilu serentak ini kemudian diadopsi dalam UU No. 7 Tahun 2017.

Tags:

Berita Terkait