Terbuka Luas, Potensi Law Firm Menggarap Transaksi Syariah
Berita

Terbuka Luas, Potensi Law Firm Menggarap Transaksi Syariah

Potensinya sama besar dengan jumlah umat muslim di Indonesia. Perlu kiat khusus untuk menggarap potensi ini?

Oleh:
Leo Faraytody
Bacaan 2 Menit
Terbuka Luas, Potensi <i>Law Firm</i> Menggarap Transaksi Syariah
Hukumonline

 

Revisi peraturan

Fachri menggarisbawahi, dalam perkembangan syariah di Indonesia memang masih ada beberapa hal yang sifatnya masih grey area. Misalnya masalah perbedaan pendapat dari bagi hasil yang disepakati di awal. Ia mengatakan masih banyak orang yang berpendapat kalau murni bagi hasil, mestinya tidak disepakati di awal. Ini masih ada yang pro dan kontra.

 

Fachri menjelaskan, kalau nanti syariah finance sudah sedemikian rupa berjalan sebagaimana yang ditetapkan dalam Al Quran, mestinya hal-hal yang seperti itu tidak menjadi pertanyaan lagi. Karena sebenarnya, urai Fachri,  yang difirmankan dalam Al Quran sangat jelas, mana yang riba mana yang jual beli.

 

Untuk prospek ke depannya, Fachri melihat antara hukum positif di Indonesia dengan hukum syariah masih belum kelop. Ia berharap pembuat undang-undang bila hendak merevisi peraturan yang out of date, sebaiknya disesuaikan dengan syariah.

 

Karena terus terang hukum positif kita yang mengatur soal syariah finance itu masih sangat terbatas. Masih kepada badan hukumnya dan izin operasi. Tapi yang sifatnya teknis kita kembalikan ke dewan syariah. Kita memang belum punya peraturan yang baku, mengenai misalanya bagaimana transaksi mudharabah berlangsung. Harus ada political will untuk mengarah ke peraturan-peraturan syariah, demikian Fachri.

Bisnis yang memakai prinsip syariah tumbuh subur di negara ini. Kalau sekitar 10 tahun lalu, hanya dikenal Bank Muamalat, kini begitu banyak bisnis yang berlandaskan pada prinsip syariah. Misalnya saja penerbitan obligasi dan reksa dana syariah, dan maraknya unit syariah di bank-bank konvensional. Ini menandakan syariah telah menyebar luas dan merambah berbagai bisnis di Indonesia.

 

Namun, sejauh mana transaksi yang memakai prinsip syariah, membuka potensi dalam bisnis law firm di Indonesia? Di mata Fachri Asaari, partner di law firm Warens&Achyar, peluang bagi law firm yang ada di Indonesia untuk menggarap potensi syariah terbuka lebar. Ia mengibaratkan besarnya potensi berbanding lurus dengan banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang muslim. Warens&Achyar, kata Fachri, sudah terjun dalam transaksi syariah, mulai dari pendirian Bank Muamalat Indonesia, sampai penerbitan reksadana syariah oleh Penanaman Nasional Madani (PNM)  beberapa waktu lalu.

 

Potensinya besar sekali. Hanya di Indonesia prosesnya agak terbalik. Bukan bottom up tapi top down. Selalu harus ada program dari pemerintah kita, baru akan diserap oleh bawahnya. Proses (sosialisasi) syariah harus dimulai dengan beberapa program-program. Seperti ketika wali menyebarkan Islam kepada raja-rajanya dulu baru ke rakyat, kata Fachri kepada hukumonline beberapa waktu lalu.

 

Ia menyarankan bagi lawyer yang berniat mendalami syariah, sebaiknya selain memahami hukum positif yang berlaku di Indonesia juga harus mendalami sumber hukum syariah, yaitu Al Quran dan Hadits. Menurutnya hukum syariah yang diberlakukan di Indonesia masih banyak sekali korelasinya dengan hukum positif yang berlaku. Utamanya mengenai syarat formal, kemudian seandainya timbul sengketa masih berujung kepada pengadilan negeri.

 

Sejauh ini, berdasarkan pengalamannya, tidak ada perbedaan yang prinsipil antara transaksi bisnis konvensional dengan yang memakai prinsip syariah. Perbedaanya hanya pada prinsip bagi hasil. Ia mencontohkan penerbitan obligasi syariah. Prosedurnya sama. Kalau mau menerbitkan obligasi, di Bapepam loketnya masih sama, cetusnya.

Tags: