Terdakwa Pencurian Sandal Divonis Bersalah
Utama

Terdakwa Pencurian Sandal Divonis Bersalah

Walaupun sandal tidak terbukti milik polisi pelapor. Hakim menjatuhkan tindakan mengembalikan kepada orang tua.

Rofiq Hidayat/Ant
Bacaan 2 Menit
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) kecewa putusan hakim terhadap AAL. Foto: SGP
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) kecewa putusan hakim terhadap AAL. Foto: SGP

Hakim Pengadilan Negeri Palu Sulawesi Tengah, Romel Tampubolon memvonis AAL (15), seorang pelajar Sekolah Menengah Kejuruan di Palu, terbukti mencuri sandal. Hakim tetap menyatakan AAL bersalah walaupun berdasarkan fakta persidangan menunjukkan sandal jepit yang diperkarakan oleh anggota polisi di Polda Sulawesi Tengah ternyata bukan milik yang bersangkutan.

 

"Terlepas siapa pemilik sandal tersebut, tetapi terdakwa terbukti mengambil sandal yang bukan miliknya," kata hakim Romel Tampubolon pada sidang pembacaan putusan kasus sandal jepit itu, Rabu malam (4/1). Menurut hakim, tindakan terdakwa mengambil barang yang bukan miliknya adalah unsur melawan hukum dari sebuah pencurian.

 

Meski dinyatakan bersalah, hakim Romel Tambubolan tidak menjatuhkan hukuman kepada terdakwa. Hakim menjatuhkan tindakan dengan mengembalikan AAL kepada orang tuanya untuk mendapatkan pembinaan.

 

Salah satu pertimbangan Romel menyatakan AAL bersalah adalah karena yang bersangkutan mengakui perbuatannya dalam persidangan.

 

Terhadap barang bukti sandal bermerek Ando itu hakim menyatakan barang bukti tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.

 

Tim pengacara terdakwa yang diketuai Elvis DJ Kantuwu mengatakan belum dapat memutuskan untuk banding atas putusan hakim. "Kami meminta waktu satu minggu untuk berkonsultasi dengan kedua orang tua apakah banding atau tidak," kata Elvis.

 

Sementara Kejaksaan Agung mengapresiasi putusan hakim yang sudah sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum. "Sudah ada putusan sidang sendal jepit. Putusannya sama dengan tuntutan JPU," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad, Rabu (4/1).

 

Dikatakan Noor, persidangan perkara ini memang digelar secara maraton. Pasalnya, sidang pembacaan tuntutan dan putusan digelar pada hari yang sama.

 

Sebelumnya jaksa penuntut umum menuntut agar hakim mengembalikan AAL kepada orang tuanya. Tuntutan ini adalah bentuk jaksa yang mengedepankan hati nurani dalam menangani perkara anak. "Tidak ada intervensi dari Jaksa Agung, full otoritas Kejati sana (Sulteng, red)," imbuhnya.

 

"Ini (tuntutan, red) sudah sesuai dengan pengadilan anak," tambah Noor.

 

Untuk diketahui, UU No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak memang membolehkan hakim menjatuhkan tindakan terhadap anak nakal. Tindakan itu dapat berupa mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh; menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja; atau menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.  

 

Dikritik

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) kecewa dengan putusan hakim. Sebab walaupun tidak dihukum, namun di sisi lain hakim tetap menyatakan AAL terbukti mencuri.

 

"Kita senang anak ini tidak dipidana penjara, tetapi pada sisi lain kami kecewa dengan putusan hakim seperti itu, karena bagaimana pun anak itu sudah dicap sebagai pencuri," kata Sofyan Farid Lembah dari Komnas PA Bidang Kapasitas dan Jaringan Kelembagaan, di Palu, Rabu malam.

 

Sofyan yang juga mantan dosen di Fakultas Hukum Universitas Tadulako itu mengatakan, kejanggalan putusan hakim karena barang bukti bukan milik saksi pelapor, namun hakim tetap memutuskan terdakwa terbukti bersalah.

 

"Kalau tidak ada pemiliknya berati pelapor tidak dirugikan. Dengan sendirinya gugur sebagai pelapor karena bukan miliknya. Seharusnya dakwaan terhadap terdakwa digugurkan," katanya.

 

Menurut Sofyan, dengan mencap terdakwa sebagai orang yang mencuri berdasarkan keyakinan hakim, padahal barang bukti yang diambil tidak ada pemiliknya, sehingga bisa saja dilakukan oleh orang lain.

 

"Orang lain bisa saja menuduh orang mengambil barang yang bukan miliknya, kemudian yang bersangkutan dituduh mencuri dan menyiksa seorang anak," kata Sofyan.

 

Selain itu, lanjut Sofyan, hakim mestinya perlu melihat sisi lain bahwa proses pengajuan kasus ini tidak sesuai prosedur penanganan anak. Kasus ini mestinya sejak awal mendapat pendampingan dari lembaga perlindungan anak.

 

Tags: