Terpilihnya Tersangka Korupsi di Pilkada 2018 Hambat Kemajuan Daerah
Berita

Terpilihnya Tersangka Korupsi di Pilkada 2018 Hambat Kemajuan Daerah

Dari sepuluh nama terduga tersangka korupsi yang berkontestasi pada 27 Juli 2018, tiga orang terpilih. ICW mempertanyakan mengapa partai politik masih ‘nekat’ mencalonkan tersangka kasus korupsi.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

  1. Kemendagri dengan berkoordinasi dengan KPK RI menangguhkan pelantikan Ahmad Hidayat Mus sebagai Gubernur Maluku Utara dan Syahri Mulyo sebagai Bupati Tulungagung;
  2. KPK RI mempercepat penyelesaian penanganan kasus korupsi Ahmad Hidayat Mus dan Syahri Mulyo agar keduanya tidak lagi tercatat sebagai kepala daerah;
  3. Polres Biak Numfor untuk segera menyelesaikan penanganan kasus dugaan korupsi perjalanan dinas ketua DPRD Biak Numfor TA 2010 yang telah kurang lebih delapan tahun tidak tuntas;
  4. Kepolisian dan KPK RI melakukan koordinasi dan supervisi penanganan perkara kasus dugaan korupsi perjalanan dinas ketua DPRD Biak Numfor TA 2010 di Polres Biak Numfor;
  5. Kapolri untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012 agar manajemen perkara dapat berjalan secara professional, efektif, dan efisien.

 

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Bachtiar Baharudin, sebelumnya mengatakan bahwa kedua calon kepala daerah tersebut tetap akan dilantik sebagai kepala daerah meskipun status hukum keduanya sebagai tersangka dan dalam tahanan.

 

"Mereka berpasangan ketika mengikuti pilkada. Jadi, ya, tetap harus dilantik. Kalau tidak pernah dilantik, statusnya hanya calon kepala daerah terpilih dan belum pejabat kepala daerah. Untuk memberhentikan, baik secara sementara atau permanen, mereka harus tetap dilantik dan mendapat surat keputusan," jelas Bachtiar ketika dihubungi Antara dari Jakarta, Senin (9/7) lalu. Bachtiar merujuk pada Pada Pasal 163 ayat (6), (7), dan (8) serta Pasal 164 UU Pilkada, yang menyatakan:

 

Pasal 163

  1. Dalam hal calon Gubernur dan/atau Calon Wakil Gubernur terpilih ditetapkan menjadi tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.
  2. Dalam hal calon Gubernur dan/atau Calon Wakil Gubernur terpilih ditetapkan menjadi terdakwa pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dan saat itu juga diberhentikan sementara sebagai Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.
  3. Dalam hal calon Gubernur dan/atau Calon Wakil Gubernur terpilih ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dan saat itu juga diberhentikan sebagai Gubernur dan/atau Wakil Gubernur.”

Pasal 164

  1. Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi tersangka pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
  2. Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi terdakwa pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga diberhentikan sementara sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.
  3. Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga diberhentikan sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota.”

 

Kemudian, pemberhentian sementara terhadap kedua kepala daerah tersangka dan dalam tahanan KPK tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 65 Ayat (3) menjelaskan tentang pelarangan terhadap kepala daerah yang sedang menjalankan masa tahanannya.

 

Pasal 65

(3) Kepala daerah yang sedang menjalani masa tahanan dilarang melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

 

"Artinya, pada saat itu juga langsung diberikan dua SK (surat keputusan). Pertama, SK pelantikan sebagai kepala daerah terpilih; kedua, SK pemberhentian sementara kalau mereka masih berstatus tersangka atau terdakwa, atau pemberhentian permanen kalau sudah divonis," ujar Bachtiar.

 

Tags:

Berita Terkait