The Invisible
Tajuk

The Invisible

Seseorang bisa saja hidup dan mengendalikan suatu perusahaan dari suatu negara melalui suatu rangkaian pengambilan keputusan yang rumit dengan menggunakan bigdata, blockchain, dan artificial intelligence.

Oleh:
RED
Bacaan 5 Menit

Di sini, penghindaran pajak bukan jadi tujuan mereka dengan membuat struktur organisasi dan manajemen yang kompleks, karena otoritas pajak setiap negara saling berkolaborasi, dengan sistem deteksi canggih, sehingga mampu mendeteksi segala bentuk kecurangan pajak yang dilakukan seperti selama ini terjadi. Tujuannya lebih kepada bagaimana bekerja agile, dan menggunakan semua sumber daya yang tersebar di seluruh dunia yang tersatukan dengan teknologi digital untuk mencapai efisiensi maksimal.

Kalau dalam dunia non-digital saja kita masih kesulitan untuk menegakkan hukum dan good governance untuk melacak dan meminta pertanggungjawaban hukum, finansial, moral dan etika dari mereka yang mengambil keputusan-keputusan besar yang berdampak dahsyat terhadap orang banyak, dunia usaha dan negara, maka saya yang awam membayangkan revolusi digital akan menjadikan pekerjaan tersebut menjadi lebih sulit. Atau siapa tahu mungkin justru lebih mudah karena jejak digital tidak bisa dihapus dengan mudah.

Teknologi baru mungkin akan sanggup membangun sistem good governance yang baru berbasis digital, baik untuk diterapkan dalam kehidupan kenegaraan, sistem pemerintahan, maupun sektor swasta, yang bisa melacak sampai ke titik akhir, di mana dan siapa yang membuat keputusan tersebut. Bahkan bila di ujung sana kita menjumpai bahwa yang membuat keputusan adalah ternyata adalah robot artificial intelligence yang tidak berwajah.

Di sektor publik, tentu perkembangan ini bisa mengubah konstitusi, sistem politik, bentuk dan fungsi serta tugas lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga, akuntabilitas publik, dan sistem hukum dan peradilan. Belum lagi bagaimana menyiapkan personil yang mampu dengan cepat menyesuaikan diri dengan sistem pemerintahan dan cara kerja dari negara digital.

Di sektor swasta, regulator banyak negara dan praktisi hukum saat ini pun sudah mulai memikirkan mengenai hal ini. Misalnya bagaimana menentukan: (i) pertemuan kehendak para pihak yang menjadi basis dari suatu hubungan kontraktual terjadi, (ii) prinsip, persyaratan dan kondisi apa yang diberlakukan, (iii) di mana hubungan kontraktual terjadi, di mana kontrak dilaksanakan, atau di mana kontrak dinyatakan dilanggar, (iii) apa dan bagaimana membuktikan faktor kesalahan atau pelanggaran yang dianggap terjadi, (iv) pihak mana yang harus mempertanggung-jawabkan adanya suatu kesalahan atau kelalaian, (v) hukum apa yang diberlakukan bila hal tersebut dalam (ii) di atas tidak mudah ditentukan, (vi) apa bentuk aset yang menjadi objek atau jaminan dari kontrak, misalnya aset kripto yang masih belum tahu sekarang ini bagaimana pengaturannya, (vii) bentuk dan proses penyelesaian perselisihan serta lembaga apa yang berwenang menyelesaikannya, (viii) bagaimana proses pelaksanaan keputusan atas perselisihan tersebut dilakukan, dan (ix) sederet pertanyaan lain yang harus segera dijawab dan diberikan dasar hukumnya, apakah itu suatu konvensi, perjanjian multilateral atau bilateral, dan hukum nasional dari suatu negara. Permasalahan yang menyangkut international conflict of laws pasti juga muncul dan harus diberikan jalan keluarnya.

Sementara itu kehidupan lawyers juga berubah drastis. Dalam imajinasi saya, kehidupan rutin harian seorang lawyer di Indonesia, yang mungkin memilih tinggal di salah satu pulau dekat dengan Pelabuhan Bajo, tidak lama lagi mungkin seperti digambarkan di sini:

  • 07.00 - 08.30:virtual video conference call dengan klien dan lawyersnya di New York, partner bisnisnya di Tokyo, dan manajemennya di Johannesburg dan banknya di Shanghai;
Halaman Selanjutnya:
Tags: