Tiga Jalan Hukum yang Bisa Ubah Praktik Praperadilan
Berita

Tiga Jalan Hukum yang Bisa Ubah Praktik Praperadilan

Melalui Perma, putusan pengadilan, dan putusan MK.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Tak hanya itu, kata Witanto, perbaikan hukum acara praperadilan dapat ditempuh dengan jalan meminta penafsiran MK melalui proses pengujian KUHAP. Dia mencontohkan putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 terkait pengujian Pasal 77 KUHAP yang memperluas objek praperadilan. Objek praperadilan tak hanya terbatas pada pengujian sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan/penuntutan, tetapi juga termasuk sah atau tidaknya penetapan tersangka, penyitaan, penggeledehan.        

 

“Melalui putusan itu, MK memperluas penafsiran aturan yang ada dalam KUHAP,” kata dia.

 

Sofyan menilai sudah saatnya perbaikan praperadilan memang perlu dilakukan sebagai lembaga kontrol horisontal terhadap kewenangan penyidik dan penuntut umum dalam melakukan upaya paksa berupa tindakan penangkapan, penahanan, penyitaan, wewenang lain yang diberikan KUHAP. “Ini sementara bisa dilakukan dengan menerbitkan Perma atau melalui penafsiran MK,” katanya.

 

Witanto menambahkan selama ini banyak kekeliruan dalam penerapan hukum acara praperadilan di Indonesia. Menurutnya, perkara praperadilan tak semestinya dilakukan seperti perkara perdata karena praperadilan diatur dalam KUHAP sehingga kedudukannya berada dalam ruang lingkup perkara pidana.

 

“Pemberlakuan hukum acara perdata sebagaimana diatur Pasal 101 dan Pasal 274 KUHAP khusus berlaku hanya untuk perkara penggabungan gugatan ganti kerugian menurut Pasal 98 KUHAP, sehingga perkara praperadilan tidak tunduk pada ketentuan tersebut,” imbuhnya.

Tags:

Berita Terkait