Sementara jika bunyi amar putusannya tidak dapat diterima, maka permohonan Pemohon dianggap tidak memenuhi syarat-syarat formil. Misalnya, pengajuan permohonan sengketa hasil pilpres ini diajukan melewati tenggat waktu yang telah ditentukan (tiga hari sejak penetapan KPU), materi permohonan kabur (tidak jelas).
Dalam Pasal 51 Peraturan MK No. 4 Tahun 2018 tentang Tata Beracara dalam Perkara Peselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden disebutkan bahwa amar putusan MK ialah:
|
Tak hanya itu, kata Fajar, terdapat putusan Mahkamah berupa ketetapan. Hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 53 Peraturan MK No. 4 Tahun 2018 yang menyatakan Mahkamah mengeluarkan ketetapan dalam hal pemohon menarik kembali permohonan atau pemohonan dinyatakan gugur.
Teknis pembacaan putusan sengketa pilpres ini, lanjut Fajar, berpedoman pada praktik yang selama ini dilakukan Mahkamah. Fajar menuturkan biasanya Ketua Majelis MK setelah membuka sidang memeriksa kehadiran para pihak, baik pihak Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu atau tim kuasa hukumnya dalam persidangan.
Selanjutnya, Ketua Majelis MK membacakan kepala putusan diawali dengan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa” dan bagian awal putusan (identitas para pihak dan inti permohonan) dan kemudian membacakan amar putusan (bagian akhir putusan) disertai tanggal RPH dan nama-nama Majelis Hakim MK yang memutuskan.
Lalu, pembacaan putusan dilakukan oleh masing-masing anggota Majelis Hakim MK secara bergiliran/bergantian. Pada bagian ini, biasanya yang dibacakan bagian uraian pertimbangan hukum yang berisi analisa fakta persidangan dan pendapat Mahkamah yang mengarah pada kesimpulan atas seluruh dalil permohonan.