TuK Indonesia Identifikasi Beragam Tantangan Kebijakan Taksonomi Hijau
Terbaru

TuK Indonesia Identifikasi Beragam Tantangan Kebijakan Taksonomi Hijau

Taksonomi Hijau diharapkan dapat membantu proses pemantauan berkala dalam implementasi penyaluran kredit/pembiayaan/investasi ke sektor hijau dan mencegah potensi pelaporan aktivitas hijau yang kurang tepat (greenwashing).

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Direktur Eksekutif TuK Indonesia, Edi Sutrisno. Foto: ADY
Direktur Eksekutif TuK Indonesia, Edi Sutrisno. Foto: ADY

Pemerintah terus menggulirkan beragam kebijakan terkait pembangunan berkelanjutan, salah satunya Taksonomi Hijau (edisi 1.0). Dalam dokumen tersebut Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, berharap Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0 dapat digunakan sebagai dasar penyusunan kebijakan insentif dan disinsentif dari berbagai kementerian dan lembaga, termasuk OJK.

Dokumen ini juga sebagai pedoman untuk keterbukaan informasi, manajemen risiko dan pengembangan produk dan/atau jasa keuangan berkelanjutan yang inovatif bagi sektor jasa keuangan (SJK) dan emiten. “Pengembangan Taksonomi Hijau Indonesia diharapkan dapat memberikan gambaran atas klasifikasi suatu sektor/subsektor yang telah dikategorikan hijau dengan mengadopsi prinsip berbasis ilmiah. Ini bertujuan untuk menghindari adanya praktik greenwashing,” kata Wimboh dalam dokumen Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0.

Wimboh menyadari implementasi kebijakan ini akan menghadapi tantangan, antara lain berkaitan dengan kebutuhan pemahaman dan pendekatan yang beragam dalam penentuan ambang batas kriteria hijau. Dia menyebut Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0 ini sebagai living document. Sehingga akan mengalami perubahan bila ada tambahan atau pengurangan sektor ekonomi yang memenuhi kriteria hijau yang disebabkan penambahan kegiatan usaha baru, perubahan standar dan kebijakan, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi.

Dalam dokumen itu disebutkan Taksonomi Hijau sangat penting karena dapat memberikan pemahaman lebih baik dan memudahkan SJK dalam mengklasifikasi aktivitas hijau dalam mengembangkan portofolio produk dan/atau jasa keuangan. Taksonomi Hijau diharapkan dapat membantu proses pemantauan berkala dalam implementasi penyaluran kredit/pembiayaan/investasi ke sektor hijau dan mencegah potensi pelaporan aktivitas hijau yang kurang tepat (greenwashing).

Direktur Eksekutif TuK Indonesia, Edi Sutrisno, mengapresiasi peluncuran Taksonomi Hijau oleh OJK dan melihat ada tantangan serta peluang dalam pelaksanaannya ke depan. Kebijakan ini diharapkan menjadi acuan dalam menyusun kebijakan isentif dan disinsentif dari berbagai lembaga terutama OJK. Dia melihat kebijakan ini terkait dengan langkah pemerintah belum lama ini yang mengklaim telah mencabut ribuan izin mulai dari sektor pertambangan, kehutanan, dan perkebunan.

Menurut Ed, Taksonomi Hijau menganut 4 prinsip meliputi investasi bertanggung jawab; strategi bisnis berkelanjutan; risiko sosial dan lingkungan hidup; dan tata kelola. Pencabutan izin lahan sektor kehutanan sebesar 3,1 juta hektar pada tahun lalu sebagai bagian dari prinsip tata kelola dalam Taksonomi Hijau. “Ini tantangan bagi Taksonomi Hijau jika dihubungkan dengan pencabutan izin,” kata Edi Sutrisno dalam diskusi secara daring, Kamis (20/1/2022) kemarin.

Edi mencatat pemerintah telah mencabut sedikitnya 192 izin di sektor kehutanan, paling banyak terkait izin pelepasan kawasan hutan. Ketika izin pelepasan kawasan hutan, muncul pertanyaan bagaimana dengan HGU di atas kawasan tersebut apakah ikut batal atau bisa lanjut. Dari berbagai perusahaan yang izinnya dicabut itu selama ini menerima penyaluran dana dari bank sebesar 26,6 miliar Dollar AS. Dari total kredit yang dikucurkan itu 30 persen berasal dari bank lokal. Selain itu, sebanyak 1,25 miliar Dollar AS dikucurkan oleh investor kepada grup perusahaan yang izinnya dicabut itu.

Tags:

Berita Terkait