Veteran Uji UU Gelar Tanda Jasa
Berita

Veteran Uji UU Gelar Tanda Jasa

Karena para veteran terancam tak bisa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
Dewan Pengurus Pusat Legiun Veteran RI (LVRI) uji UU gelar tanda jasa ke MK. Foto: SGP
Dewan Pengurus Pusat Legiun Veteran RI (LVRI) uji UU gelar tanda jasa ke MK. Foto: SGP

Majelis panel Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana permohonan pengujian Pasal 33 ayat (6) dan Pasal 43 ayat (7) UU No 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang dimohonkan Letjen TNI (Purn) Rais Abin dan Mayjen TNI (Purn) Soekotjo Tjokroatmodjo, Laksamana (Purn) Wahyono. Ketiga merupakan Dewan Pengurus Pusat Legiun Veteran RI (LVRI).

 

Para pemohon -penerima gelar Bintang Gerilya selama perjuangan kemerdekaan 1945-1949- merasa hak konstusionalnya dirugikan lantaran tak bisa dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional (TMPN) Utama. “Pasal 33 ayat (6) bersifat diskriminatif,” kata Wakil Ketua Umum III DPP LVRI, Soekotjo dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin Hamdan Zoelva di gedung MK Jakarta, Senin (3/10).    

 

Selengkapnya Pasal 33 ayat (6) UU Gelar Tanda Jasa itu berbunyi, “Hak pemakaman di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama hanya untuk penerima Gelar, Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia, dan Bintang Mahaputera.” Sementara Pasal 43 ayat (7)-nya intinya menyebutkan UU No 21 Tahun 1959 tentang Bintang Gerilya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

 

Soekotjo meminta MK mencabut Pasal 33 ayat (6) dan Pasal 43 ayat (7) UU Gelar Tanda Jasa karena bertentangan dengan amanat Pembukaan UUD 1945 alinea kedua dan semangat suasana kejiwaan perjuangan bangsa Indonesia.

 

“Jika TMPN Utama belum ada, berarti yang dimaksud adalah Taman Makam Pahlawan (TPM) Kalibata. Ini bentuk penyerobotan makam militer. Padahal, di bawah Tugu Bambu Runcing TMP Kalibata terbaring beberapa jasad prajurit tidak dikenal yang gugur dan di dindingnya terlukis ribuan nama prajurit yang gugur sejak tahun 1945,” kata Soekotjo  

 

Selain itu, Pasal 43 ayat (7) UU Gelar Tanda Jasa seharusnya juga dicabut karena Bintang Gerilya meski sifatnya eenmalig (ketetapan yang berlaku sekali selesai, red) adalah dokumen sejarah yang harus dilestarikan sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. “Karena seharusnya UU No 21 Tahun 1959 yang berkaitan dengan Pemberian Bintang Gerilya tidak perlu dicabut.”

 

Untuk diketahui, Bintang Gerilya dan Bintang Sakti adalah dua penghargaan yang disediakan bagi mereka yang melahirkan dan menjaga RI yang telah mempertaruhkan nyawanya sebagaimana diatur dalam PP No 8 Tahun 1949 dan UU No 65 Tahun 1958.

Tags: