Wakaf, Alternatif Pengalihan Hak atas Merek
Berita

Wakaf, Alternatif Pengalihan Hak atas Merek

Stakeholders masih belum mengetahui proses pengalihan hak atas merek melalui wakaf.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Wakaf, Alternatif Pengalihan Hak atas Merek
Hukumonline
Revisi UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tengah dirintis oleh pemerintah. Naskah Revisi UU Merek yang disusun pemerintah mengusung beberapa perubahan yang cukup fundamental. Salah satu satu perubahan itu adalah mengenai pengalihan hak atas merek terdaftar.

Apabila UU Merek memberikan lima cara pengalihan hak atas merek sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU Merek, RUU Merek menambahkannya menjadi enam cara, yaitu wakaf. Wakaf menjadi salah satu alternatif pengalihan hak atas merek selain pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian, dan sebab lain yang dibenarkan undang-undang.

Pengacara Merek, Ali Imron menilai tidak ada persoalan jika wakaf menjadi salah satu alternatif pengalihan hak. Menurutnya, merek adalah salah satu intangible aset yang dapat dialihkan dengan cara yang dibenarkan menurut undang-undang yang berlaku. Hanya saja, Ali mempersoalkan tata cara pengalihan hak atas merek ini melalui wakaf.

“Apakah syarat dan rukun wakafnya mengikuti ajaran Islam? Apakah hanya orang Islam saja yang membolehkan menggunakan wakaf,” tanya Ali saat itu kepada hukumonline pada akhir Desember lalu.

Kendati demikian, Ali menyambut baik alternatif pengalihan hak atas merek tersebut. Menurutnya, dengan adanya wakaf ini, pemilik merek yang mewakafkan mereknya dapat memberikan kepemilikannya kepada orang banyak demi kepentingan umum. Pahalanya pun berlipat ganda, lanjutnya.

Senada dengan Ali, Ketua Umum Asosiasi Konsultan HKI Indonesia periode 2010-2013 Justisiari P Kusumah juga belum mengetahui proses pengalihannya. Akan tetapi, sambungnya, konsep wakaf tidak hanya milik masyarakat muslim. Konsep wakaf bisa saja dimiliki ajaran agama lain. Hanya berbeda penamaan saja.

Justi menambahkan masuknya wakaf sebagai salah satu alternatif pengalihan hak atas merek tidak perlu terlalu dipusingkan. Pasalnya, hak milik atas merek merupakan salah satu hak kebendaan yang sifatnya paling tinggi. Sifat dari hak milik salah satunya adalah dapat dialihkan dengan beberapa cara, yaitu jual beli, hibah, maupun wasiat.

“Ibarat rumah, pengalihannya bisa macam-macam. Intinya sama aja, termasuk wakaf. Jadi itu untuk mempertegas pengalihan aja,” terangnya kepada hukumonline, November lalu.

Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Ahmad Ramli mengatakan tidak ada alasan khusus memasukkan wakaf sebagai pengalihan hak atas merek. Tujuannya hanya memudahkan dan mengakomodasi keinginan para pemilik merek dalam mengalihkan haknya.

Mengenai mekanisme pengalihan, Ramli juga belum mengetahui teknisnya. Namun, ia menampik jika wakaf hanya dapat digunakan untuk masyarakat muslim saja. Menurutnya, wakaf merek dapat dilakukan oleh siapa saja.

Melengkapi jawaban Ramli, Direktur Kerja Sama dan Promosi Ditjen HKI Parlagutan Lubis mengatakan salah satu alasan masuknya wakaf sebagai alternatif adalah UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Pasal 16 ayat (3) huruf e UU Wakaf menyebutkan hak kekayaan intelektual adalah salah satu benda bergerak yang dapat diwakafkan.  

“Itu salah satu sebab masuknya wakaf di RUU Merek sebagai salah satu alternatif pengalihan hak,” tandas Parlagutan Lubis kepada hukumonline akhir Desember lalu.
Tags: