Wapres Minta Penyempurnaan Data Kemiskinan Melalui Verifikasi Lapangan
Berita

Wapres Minta Penyempurnaan Data Kemiskinan Melalui Verifikasi Lapangan

Mekanisme verifikasi lapangan ini diharapkan menggunakan metodologi seperti yang digunakan BPS. Timboel menilai seharusnya pemerintah punya data tunggal yang memang dikelola oleh satu lembaga, sehingga tidak ada lagi perbedaan data sebagai rujukan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Empat persoalan DTKS

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai pendataan selama ini menjadi persoalan yang dihadapi pemerintah. Tercatat, sampai saat ini belum ada data tunggal dan valid yang menjadi rujukan pemerintah mengambil kebijakan dan keputusan. Dia melihat selama ini setiap kementerian dan lembaga menjalankan sendiri pendataannya.

“Seharusnya pemerintah punya data tunggal yang memang dikelola oleh satu lembaga, sehingga tidak ada lagi perbedaan data sebagai rujukan,” ujarnya ketika dihubungi, Jumat (26/6/2020).

Timboel mencatat pemanfaatan DTKS salah satunya sebagai rujukan pemerintah mengetahui jumlah orang miskin yang akan didaftarkan dalam program JKN. Dia menghitung sedikitnya ada 4 persoalan DTKS yang digunakan untuk mendaftarkan penerima bantuan iuran (PBI) JKN.

Pertama, proses pendataan atau cleansing data belum dilakukan secara obyektif. Ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat miskin yang belum terdaftar sebagai peserta PBI. Ini terjadi karena pendataan tidak langsung ke masyarakat, tapi melalui Ketua RT/RW atau tokoh masyarakat sehingga datanya cenderung bias.

“Saya berharap cleansing data dipercepat, sehingga masyarakat yang jatuh miskin (salah satunya karena PHK) dapat segera dialihkan menjadi peserta PBI. Konsekuensinya menteri keuangan menaikkan kuota PBI yang saat ini 96,8 juta orang,” paparnya.

Kedua, kriteria orang miskin yang menjadi dasar untuk dimasukan dalam DTKS, menurut Timboel belum jelas. Kriteria yang dipakai tergolong subyektif oleh pihak yang mendata, sehingga tidak ada kriteria seragam.

Ketiga, masih ada peserta PBI yang tidak masuk DTKS. Menurut Timboel, hal ini terjadi karena proses cleansing data yang dilakukan Kementerian Sosial kurang akurat dan tidak dilakukan secara cepat dan berkelanjutan. Cleansing data PBI seharusnya dilakukan setiap bulan dengan jumlah data yang lebih besar.

Keempat, sampai Juni 2020 Timboel menghitung peserta PBI yang belum memiliki NIK sebanyak 7.241.927 jiwa. Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri perlu mempercepat cleansing data PBI ini karena bisa jadi peserta yang belum memiliki NIK adalah data ganda di PBI.

Timboel berharap penyempurnaan data sebagaimana arahan Ma’ruf diharapkan dapat segera dilaksanakan. Sehingga ada data tunggal dan valid yang menjadi rujukan bagi DTKS sekaligus menjadi acuan bagi peserta PBI JKN.

Tags:

Berita Terkait