Waspada! Perlindungan Konsumen Bitcoin Cs Masih Lemah
Berita

Waspada! Perlindungan Konsumen Bitcoin Cs Masih Lemah

Investor sering kebingungan mencari pihak yang dapat menerima aduan mengenai penipuan pada industri kripto.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Para pembicara di diskusi “Regulasi dan Implementasi Cryptocurrency di Indonesia” di Jakarta, Jumat (15/3). Foto: Istimewa
Para pembicara di diskusi “Regulasi dan Implementasi Cryptocurrency di Indonesia” di Jakarta, Jumat (15/3). Foto: Istimewa

Perkembangan produk teknologi kripto seperti Bitcoin dan sejenisnya semakin masif penggunaannya di masyarakat. Pemerintah melalui Badan Pengawas Perdagangangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangangan juga telah mengizinkan aset kripto sebagai aset komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Bappebti Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.

 

Kehadiran regulasi tersebut menjadi payung hukum bagi perusahaan atau pedagang termasuk investor aset kripto. Pasalnya, produk kripto belum memiliki legalitas jelas sebagai aset berjangka yang dapat diperdagangkan. Meski demikian, aturan Bappepti tersebut dianggap belum cukup dari sisi perlindungan konsumen. Dalam berbagai kasus, bagi konsumen yang awam tidak jarang menjadi korban penipuan dari penjual produk kripto tersebut.

 

“Saat ini, masalahnya bagaimana konsumen mau komplain kalau ada permasalahan. Hal ini terjadi karena penjualnya bukan institusi (perusahaan) tetapi lebih individu-individu. Ini yang menjadi masalah sehubungan dengan perlindungan konsumen dan pelanggaran pidana,” jelas Lawyer Justika.com, Haghia Sophia Lubis dalam acara Temu-Justika “Regulasi dan Implementasi Cryptocurrency di Indonesia” di Jakarta, Jumat (15/3) malam.

 

Menurutnya, aspek perlindungan konsumen tersebut harus diatur agar investor dapat mengetahui mekanisme pelaporan apabila menghadapi penipuan dalam aset kripto ini. Selain itu, regulasi sehubungan perlindungan konsumen ini juga dapat memberi kepercayaan bagi masyarakat untuk berinvestasi pada aset kripto.

 

“Apabila industrinya dikembangkan maka mendatangkan pajak dan income,” jelas Sophia.

 

Sayangnya, Sophia melanjutkan pemahaman konsumen mengenai aset kripto juga masih rendah saat ini. Sehingga, risiko penipuan tersebut tinggi menimpa para investor yang masih awam. Contohnya, investor masih belum mengetahui perbedaan produk kripto sebagai mata uang dan aset komoditi. Untuk itu, dia menekankan setiap pihak untuk mengedukasi konsumen atau investor mengenai produk kripto ini.

 

(Baca: Bitcoin Cs Sah Diperdagangkan di Bursa Komoditi, Bagaimana Isi Aturannya?)

 

Terdapat perbedaan penggunaan produk kripto sebagai mata uang dan aset. Sebagai mata uang, Bank Indonesia (BI) telah menyatakan pelarangan produk kripto karena tidak sesuai dengan ketentuan hukum di Indonesia. Sedangkan, produk kripto sebagai aset berjangka yang dapat diperdagangkan saat ini telah diperbolehkan sehubungan Peraturan Bappebti Nomor 5/2019. 

 

Presiden Direktur PT Kliring Berjangka Indonesia Persero, Fajar Wibhiyadi menjelaskan sosialisasi mengenai penggunaan aset kripto perlu terus dilakukan untuk memberi pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat dapat membedakan produk kripto sebagai mata uang dan aset berjangka.

 

Dia juga menyambut positif kehadiran Peraturan Bappebti Nomor 5/2019 yang dianggap menjadi payung hukum bagi seluruh pihak untuk dapat memperdagangkan aset kripto dalam bursa berjangka.

 

Meski terlambat, aturan Bappebti ini bagus sekali. Walau tertinggal, saya yakin lama-kelamaan aturan ini akan terus diperbaiki. Masyarakat juga harus sadar aset kripto ini bukan alat pembayaran. Ini adalah komoditi,” jelas Fajar.

 

Sementara itu, Head of Legal PT Hara (perusahaan berbasis Blockchain), Tom Malik menjelaskan otoritas saat ini belum memandang aset kripto sebagai produk investasi yang setara dengan pasar modal. Sebab, apabila dibandingkan dengan sektor pasar modal, perputaran dana industri kripto masih tertinggal jauh.

 

“Sebagai perbandingan secara global, kripto ini total market cap-nya mencapai AS$ 130 miliar. Ini relatif kecil dibandingkan dengan market cap pasar modal Indonesia saja sudah mencapai AS$ 500 miliar,” jelas Tom.

 

Meski demikian, Tom menilai aspek perlindungan konsumen tidak dapat disampingkan sehingga peraturan Bappebti proaktif dalam mengatur secara tegas mengenai hal tersebut. Menurutnya, industri kripto ini akan terus tumbuh menjadi alternatif investasi bagi masyarakat.

 

“Peraturan Bappebti memberikan landasan perlindungan konsumen dan juga memberikan kepastian bagi industri agar aset kripto dapat berkembangan dengan baik,” pungkas Tom.

 

Tags:

Berita Terkait