Waspadai Defisit Neraca Jasa Pasca MEA 2016
Berita

Waspadai Defisit Neraca Jasa Pasca MEA 2016

Jadikan sektor pariwisata sebagai sektor senjata andalan peredam defisit neraca jasa.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Waspadai Defisit Neraca Jasa Pasca MEA 2016
Hukumonline
Defisit neraca jasa selama lima tahun terakhir menunjukkan tren pertumbuhan yang terus meningkat. Tahun 2013, misalnya, defisit neraca jasa melebar sebesar 10,55 persen menjadi AS$11,42 miliar dari posisi tahun sebelumnya yang berada pada angka AS$10,33 miliar. Namun hanya empat sektor neraca jasa yang mengalami pertumbuhan positif, dan yang terbesar adalah jasa perjalanan (pariwisata).

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Hendri Saparini menemukan sesuatu yang berbeda. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh CORE, Hendri mengatakan implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) justru akan memperlebar defisit neraca jasa jika tidak segera dilakukan langkah-langkah antisipatif. “Ada ancaman defisit neraca jasa pada pelaksanaan MEA 2015,” kata Hendri di Jakarta, Rabu (26/2).

Menurut Hendri, tingginya defisit neraca perdagangan jasa Indonesia yang terjadi selama sepuluh tahun terakhir akan semakin lebar dengan beroperasinya MEA 2016. Alasannya, terintegrasinya ekonomi di kawasan ASEAN sebagai satu kesatuan pasar dan basis produksi akan meningkatkan intensitas perdagangan barang dan investasi yang pada gilirannya juga akan berdampak pada peningkatan aktivitas perdagangan sektor jasa. Akibatnya, defisit semakin besar.

Bahkan, defisit neraca perdagangan jasa ini berpotensi akan semakin besar lagi dengan diperluasnya liberalisasi di sektor jasa dalam MEA, yang saat ini mencakup beberapa sektor seperti logistik, kesehatan, penerbangan, pariwisata, serta teknologi dan komunikasi. Sayangnya, sektor pariwisata tidak  memberikan harapan lebih untuk memperbaiki neraca perdagangan jasa di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain, lanjut Hendri, pariwisata Indonesia masih tertinggal jika dilihat dari tiga indikator.

“Pertama, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang tertinggal dibanding negara tetangga, kedua pendapatan yang diperoleh dari kunjungan wisatawan mancanegara yang juga masih rendah dibanding Malaysia dan ketiga, pertumbuhan dan kunjungan pendapatan yang hanya sebesar 4 hingga 7 persen per tahun,” jelas Hendri.

Guna mengatasi defisit neraca perdagangan jasa tersebut, setidaknya ada tiga rekomendasi sebagai upaya antisipasi. Pertama, menetapkan pariwisata sebagai salah satu sektor prioritas utama pendorong perekonomian. Kedua, mengubah pengelolaan pariwisata dari pendekatan birokrasi menjadi pendekatan bisnis. Ketiga, mendirikan badan pengembangan pariwisata independen yang dikelola secara professional dan menempatkan pemeirntah serta seluruh pemangku kepentingan di sektor ini.

Hendri melanjutkan, pendekatan birokrasi yang digunakan oleh pemerintah untuk mengelola sektor pariwisata menjadi penyebab kurang berkembangnya pariwisata Indonesia. Pasalnya, sektor pariwisata bukan merupakan sektor pelayanan publik sehingga pendekatan birokrasi dirasa kurang tepat. Pendekatan birokrasi mengakibatkan pola penanganan masalah yang kurang fleksibel dan lamban.

Peneliti Senior CORE Mohammad Faisal mengatakan, menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor prioritas merupakan salah satu senjata peredam defisit neraca jasa. Hal ini mengingat sektor tenaga kerja dan infrastruktur di Indonesia yang masih kalah saing dengan negara ASEAN lainnya. Lagipula, pariwisata merupakan salah satu sektor yang potensial selain jasa komunikasi, jasa konstruksi dan pemerintah.

“Tujuh sektor jasa yang lain terutama jasa transportasi mengalami defisit. Jasa perjalanan merupakan penyumbang terbesar di mana komponen utamanya adalah pariwisata,” katanya.

Menurut Faisal, selama ini pariwisata telah menjadi andalan bagi negara-negara ASEAN unutuk meningkatkan pendapatan di sektor jasa dan menekan defisit ada neraca perdagangan jasa. Sayangnya, lanjut Faisal, sektor pariwisata Indonesia kurang dikelola secara maksimal sehingga surplus yang dperoleh dari sektor jasa perjalanan masih jauh di bawah ketiga negara tetangga, yakni Thailand, Malaysia dan Vietnam.
Tags:

Berita Terkait