Yakin Perppu Ditolak, Organisasi Buruh Turut Gugat UU Pilkada
Berita

Yakin Perppu Ditolak, Organisasi Buruh Turut Gugat UU Pilkada

KSPSI- KSBSI menuntut MK membatalkan UU Pilkada.

ASH
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi sejumlah organisasi serikat pekerja yang tidak boleh dihalang-halangi. Foto: SGP/Hol
Ilustrasi sejumlah organisasi serikat pekerja yang tidak boleh dihalang-halangi. Foto: SGP/Hol
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) yakin Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Walikota, Bupati Kepala Daerah (pilkada), atau lazim disebut UU Pilkada bakal ditolak DPR. Karena itu, kedua organisasi buruh tetap menggugat UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah melalui DPRD.  

“Kami yakin perppu tidak akan berjalan mulus di DPR, maka kami tetap menggugat UU Pilkada. Apalagi pemohon UU Pilkada sebelumnya tidak mencabut perkara,” Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea usai mendaftar permohonan pengujian UU Pilkada di Gedung MK, Selasa (7/10).

Sekjen KSPSI Subiyanto menjelaskan pengajuan gugatan UU Pilkada merupakan langkah strategi yang diambil buruh mengingat komposisi di parlemen dikuasai oleh fraksi-fraksi yang menghendaki pilkada tak langsung dengan mekanisme dipilih DPRD. “Kami tidak mau kecolongan karena (peluang) masih 50:50. Kalau dihitung-hitung nanti paripurna deadlock dan diambil langkah voting, maka perppu bisa ditolak dan berlaku UU Pilkada yang telah disahkan DPR,” katanya.

Disinggung apakah mereka bakal menggugat Perppu Pilkada jika nantinya DPR menerima perppu, Subiyanto mengatakan buruh bakal tetap mengambil langkah upaya hukum selain menggunakan jalur ekstra parlementer.

“Kita lakukan upaya hukum dan ekstra parlementer menekan DPR. Karena sesungguhnya apa yang dilakukan presiden dengan menerbitkan perppu hanya bertujuan untuk menunda. Kita belum lihat pembahasan di DPR nanti bagaimana permainan di sana,” ujarnya.

Subiyanto menuturkan pihaknya sebagai buruh merupakan bagian dari rakyat. Dihapusnya ketentuan calon perseorangan dalam UU Pilkada sekarang ini otomatis mencederai hak buruh selaku rakyat.“Dari buruh nanti bisa saja jadi calon bupati, dan seterusnya. Itu hak politik kita di UU Pilkada yang lama calon independen bisa, kalau sekarang tidak bisa,” katanya. 

Sementara Ketua KSBSI Mudhofir menjelaskan UU Pilkada yang berlaku sekarang ini menutup akses buruh untuk berkomunikasi dengan kepala daerah. Atas dasar itu pihaknya menuntut MK membatalkan UU Pilkada.

“Kita sudah menikmati reformasi selama 16 tahun dan dua periode di masa SBY. Ada hal baik selama ini bagi buruh yaitu kami memiliki akses berkomunikasi dengan calon pimpinan tersebut. Isu perburuhan bisa disampaikan secara langsung,” katanya.

Mudofir mengatakan melalui pilkada langsung pihaknya berhasil menekan kepala daerah untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Sehingga, menurut dia, jika pelaksanaan pilkada kembali diserahkan kepada DPRD, itu mengancam masa depan buruh. “Kami dari serikat buruh, ada 127 juta lebih buruh di Indonesia tidak punya akses, tidak punya hak (jika UU ini diberlakukan),” terangnya.

Dengan masuknya permohonan dari KSPSI dan KSBSI, MK telah menerima tujuh permohonan pengujian UU Pilkada. Pertama, enam warga negara dan empat organisasi nonpemerintah telah mendaftarkan permohonannya. Permohonan kedua diajukan advokat senior OC Kaligis. Permohonan ketiga diajukan 13 warga negara.

Permohonan keempat diajukan 17 buruh harian dan lembaga survei yang diwakili Kuasa Hukumnya Andi M Asrun. Permohonan kelima diajukan elemen masyarakat Poso. Permohonan keenam diajukan mantan calon Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono dan Boyamin Saiman juga telah mendaftarkan gugatan.
Tags:

Berita Terkait