YLKI: Rencana Integrasi Tarif Tol Jangan Jadi Kenaikan Tarif Terselubung
Berita

YLKI: Rencana Integrasi Tarif Tol Jangan Jadi Kenaikan Tarif Terselubung

DPR meminta pemerintah tidak tergesa-gesa menaikkan tarif tol.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Jalan Tol. Foto: Sgp
Ilustrasi Jalan Tol. Foto: Sgp

Pasca libur lebaran Idul Fitri, pemerintah secara mengejutkan berencana akan melakukan integrasi tarif tol di beberapa ruas jalan tol, salah satunya tol lingkar luar (tol JORR). Dalam kebijakan ini, Kementerian PUPR dan BPJT akan melakukan integrasi tarif tol untuk pengguna jarak pendek, khususnya kendaraan pribadi di beberapa ruas jalan tol. 

 

Tetapi di sisi lain, kenaikan tol JORR ini bakal menguntungkan untuk pengguna tol jarak jauh. Sebagai contoh, untuk jarak terpendek biasanya Rp 3.500 akan menjadi Rp 15.000. Sedangkan untuk jarak terjauh, melewati tiga gate yang biasanya Rp 22.000 akan terpangkas menjadi Rp 15.000.

 

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan ada beberapa poin untuk integrasi tarif tol JORR dimaksud. Pertama, integrasi tarif dari sisi pelayanan harus menjadi target untuk meningkatkan pelayanan, khususnya aspek standar pelayanan minimal (SPM) jalan tol.

 

“Sebab di atas kertas, integrasi akan memangkas keberadaan beberapa gate, sehingga memangkas lamanya transaksi, antrian. Banyaknya transaksi memang bisa menghambat lajunya kendaraan,” kata Tulus dalam rilis, Sabtu (23/6).

 

Kedua, integrasi tarif jangan menjadi kenaikan tarif secara terselubung. Sebab kenaikan tarif tol sudah diatur setiap dua tahun sekali. Oleh karenanya, pengelola jalan tol harus bisa membuktikan bahwa revenue pengelola tol tidak naik pasca integrasi.

 

“Jika revenue tambah berarti ada kenaikan tarif secara terselubung, sepihak, dan pelanggaran terhadap PP tentang Jalan Tol,” ujar Tulus.

 

Ketiga, tol JORR memang by design adalah untuk angkutan logistik. Jadi, kata Tulus, kalau integrasi lebih menguntungkan angkutan logistik adalah hal yang wajar, bahkan positif. “Turunnya tarif tol untuk angkutan logistik di tol JORR diharapkan bisa menurunkan logistic fee, dan bahkan turunnya harga di sisi end user,” ujarnya.

 

Sementara itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo meminta pemerintah agar tidak tergesa-gesa menaikkan tarif tol di ruas jalan lingkar luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road (JORR), tapi harus lebih dahulu dilakukan kajian mendalam.

 

"Kementerian Perhubungan sebaiknya memberikan penjelasan dan sosialisasi lebih dulu terkait integrasi tarif tol JORR," kata Bambang Soesatyo melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Kamis (21/6). 

 

(Baca Juga: Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Naikan Tarif Tol)

 

Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet juga mengutip Pasal 48 ayat (1) UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang menyebutkan bahwa tarif tol dihitung berdasarkan kemampuan bayar pengguna jalan, besar keuntungan biaya operasi kendaraan dan kelayakan investasi.

 

Menurut Bamsoet, hal yang harus dikaji secara cermat dan menyeluruh adalah kemampuan bayar masyarakat, jarak tempuh di tol JORR, dan di sisi lain adalah standar pelayanan dari pengelola jalan tol.

 

Bamsoet menegaskan, harus ada perbaikan jalan dan fasilitas di tol JORR, terutama pintu tol yang masih terbatas sehingga sering menjadi penyebab kemacetan. "Pengelola juga perlu melakukan inovasi terhadap pengguna jalan tol ERP (electronic road pricing) yakni tidak perlu melakukan transaksi dengan uang tunai di pintu tol," katanya.

 

Politisi Partai Golkar ini juga meminta Komisi V DPR RI yang membidangi perhubungan dan infrastruktur, mendorong Pemerintah agar mengkaji ulang rencana integrasi tarif tol. "Kaji ulang ini perlu dilakukan agar tidak menimbulkan efek lain, seperti kenaikan harga-harga kebutuhan pokok di masyarakat," katanya.

 

Wakil Ketua Komisi V Sigit Soesiantomo menilai pemerintah mestinya tidak saja menunda  pemberlakuan kebijakan tersebut, namun mesti membatalkan. Menurutnya pengitegrasian tarif tol yang berujung menaikan tarif tol di beberapa jalan berpotensi melanggar  Pasal 48 UU tentang Jalan. Menurutnya terdapat indikasi kenaikan tarif tol terselubung dalam kebijakan tersebut. Khususnya bagi para pengguna tol jarak pendek.

 

“Dan kenaikan itu sangat signifikan yaitu 57% dari tarif awal Rp9.500 menjadi Rp15.000. Padahal, jika mengacu UU, dengan inflasi hanya 3% per tahun maka kenaikan masksimal hanya 6%,” ujarnya.


Menurut Sigit, pemerintah sebagai regulator fokus untuk mengingatkan dan mengawasi pengelolaan jalan tol oleh operator agar memenuhi SPM. Apalagi, hasil audit BPK menemukan banyak persoalan dalam pengelolaan tol mulai dari SPM yang tidak dipenuhi. Hingga  penetapan tarif yang membebani masyarakat.

 

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu berpendapat berdasarkan hasil evaluasi BPK terhadap pengelolaan di beberapa ruas jalan tol di Jawa sejak 2014-2016 setidaknya menemukan beberapa  persoalan.  Yakni, proses penilaian pemenuhan SPM belum memadai. Kemudian, terdapat beberapa jalan tol yang tidak memenuhi standar pada aspek kelancaran lalu lintas. Begitu pula dengan kebijakan penerapan integrasi sistem pembayaran pada jalan tol Trans Jawa dalam menghadapi lalu lintas lebaran Tahun 2016 tidak didukung kajian/rencana antisipasi yang memadai atas dampaknya.

 

“Kenaikan tarif tol belum mempertimbangkan pemenuhan pelayanan atas kelancaran lalu lintas,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait