Tindak Pidana Perpajakan dalam 20 Tahun Hanya 41 Kasus
Berita

Tindak Pidana Perpajakan dalam 20 Tahun Hanya 41 Kasus

Jakarta, hukumonline. Hebat betul. Dalam kurun waktu dua puluh tahun, tindak pidana di bidang perpajakan di Indonesia hanya ada 41 kasus. Herannya, dari bukti permulaan saja, diduga saat ini ada 150 kasus dengan nilai pajak lebih dari Rp4 triliun.

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Tindak Pidana Perpajakan dalam 20 Tahun Hanya 41 Kasus
Hukumonline

Menko Perekonomian Rizal Ramli mengemukakan bahwa selama 20 tahun dari tahun 1981 sampai tahun 2000 ini hanya ada 41 kasus yang disidik dalam masalah pelanggaran UU Perpajakan. Rizal menyatakan hal itu dalam konferensi pers pada Kamis (9/11) yang dihadiri oleh Jaksa Agung Marzuki Darusman, Dirjen Pajak Mahfud Sidik, Deputi Kapolri, Kepala BAKIN, dan Rizal Ramli yang menggantikan Menteri Keuangan.

Menurut Rizal, seharusnya angka yang didapat lebih dari itu mengingat jumlah wajib pajak kita sangat banyak dan banyak pula yang tidak taat pada peraturan bidang perpajakan. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa tingkat kepatuhan wajib pajak di Indonesia memang relatif rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain.

Saat ini, dalam rangka penegakan hukum di bidang perpajakan  telah dilakukan kerjasama antara Departemen Keuangan, Dirjen Pajak, BAKIN, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan kasus-kasus yang terjadi di bidang perpajakan.

Dari hasil koordinasi yang dilakukan oleh kelima lembaga tersebut, diperoleh bukti-bukti permulaan pelanggaran di bidang perpajakan. Dari bukti-bukti permulaan yang diperoleh tersebut, diduga adanya tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh badan (perusahaan) sebanyak 100 kasus dengan nilai kena pajak sebesar Rp4 triliun dan yang dilakukan oleh orang (individu) sebanyak 50 kasus dengan nilai kena pajak sebesar Rp300 miliar.

Pembersihan aparat pajak

Rizal menghimbau kepada Dirjen Pajak untuk segera melakukan pemeriksaan dan penyelidikan secepatnya agar kasus-kasus ini dibawa kepada penegak hukum. Dalam kaitan tersebut, Rizal mengharapkan agar Dirjen Pajak segera melakukan pembersihan terhadap aparat pajak yang main-main dalam hal penegakan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Mahfud membenarkan bahwa Dirjen Pajak saat ini telah memperoleh bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan. Mahfud menjelaskan bahwa sebenarnya pajak tidaklah dibuat untuk "memenjarakan" atau membuat susah warga negara.

Menurut Mahfud, sistem perpajakan kita menganut sistem self assessment yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak di dalam menghitung, membayar dan melaporkan kepada aparat perpajakan mengenai kewajiban perpajakaannya. Dengan sistem ini, apabila kebebasan wajib pajak tersebut disalahgunakan, akan ada sanksinya.

"Fungsi dari sistem self assessment ini harus dibarengi dengan law enforcement yang lebih keras," kata Mahfud. Sanksi yang dapat dikenakan terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran di bidang perpajakan adalah sanksi administrasi berupa denda yang dapat mencapai empat kali lipat dari jumlah kewajiban pajaknya.

Saat ini, jumlah wajib pajak orang pribadi baru mancapai 1,3 juta, yang seharusnya lebih dari 10 juta. Wajib pajak badan atau perusahaan berjumlah sekitar 600.000, yang seharusnya paling tidak dua kali lipatnya.

Mahfud mengharapkan, dalam jangka 5 tahun ke depan, jumlah wajib pajak pribadi dapat mencapai jumlah di atas 5 juta dan jumlah wajib pajak badan atau perusahaan mencapai 1,5 juta wajib pajak badan. Jumlah wajib pajak banyak, tapi yang penting jangan ngemplang.

Tags: