PN Jaksel Kabulkan Sebagian Eksepsi Terdakwa
Kasus Karikatur Nabi Muhammad

PN Jaksel Kabulkan Sebagian Eksepsi Terdakwa

Walaupun mengabulkan sebagian dari eksepsi terdakwa, majelis hakim berpendapat kasus ini bukan tindak pidana pers. Oleh karenanya, dasar hukum yang digunakan tetap KUHP bukan UU Pers.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
PN Jaksel Kabulkan Sebagian Eksepsi Terdakwa
Hukumonline

 

Pasal 157 ayat (1) KUHP

Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan diantara atau terhadap golongan-golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4500,'  

 

Berdasarkan hal tersebut diatas karena apa yang didakwakan kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan, maka dakwaan tidak dapat diterima, kata Wahjono. Selanjutnya, majelis hakim menyatakan dakwaan beserta berkas-berkas lainnya dikembalikan kepada JPU.

 

Wahjono menjelaskan baik JPU maupun terdakwa memiliki hak untuk mengajukan banding atas putusan ini. Apabila kedua belah pihak tidak mengajukan banding, maka JPU dipersilahkan mengajukan surat dakwaan baru dengan pasal yang berbeda.

 

 

 

 

Senang tapi kecewa

Atas putusan ini, JPU Agung menyatakan akan pikir-pikir terlebih dulu apakah akan melakukan upaya hukum atau tidak. Untuk itu, Agung memohon kepada majelis hakim agar dia dapat memperoleh salinan putusan sesegera mungkin.

 

Sementara itu, Teguh mengatakan walaupun senang atas putusan tersebut, tetapi dia tetap merasa kecewa karena majelis hakim ternyata masih mengenyampingkan UU Pers. Sikap Teguh ini didukung oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI). Sekretaris Jenderal AJI Abdul Manan menegaskan bahwa AJI akan terus mengkampanyekan kepada masyarakat khususnya penegak hukum untuk menghormati keberadaan UU Pers.

 

Kami menyayangkan masih ada hakim yang menggunakan KUHP, padahal seyogyanya setiap sengketa pemberitaan menggunakan UU Pers, ujar Manan, seraya merujuk pada kasus mantan Pemred TEMPO Bambang Harymurti yang dimenangkan Mahkamah Agung beberapa waktu lalu. 

 

Salah seorang anggota TAPJ Sahroni mengatakan walaupun tetap tidak mengakui penerapan UU Pers, putusan majelis hakim harus tetap dihormati. Sahroni menambahkan JPU seharusnya menerima putusan ini dan tidak mengajukan surat dakwaan baru karena akan terbentur pada asas lex specialis derogat lex generalis.

 

Untuk sementara, Teguh Santosa, Pemimpin Redaksi (Pemred) Rakyat Merdeka (RM) Online, dapat bernafas lega. Bayang-bayang ancaman pidana penjara 5 tahun sirna setelah Rabu ini (20/9), majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian dari eksepsi (keberatan) yang diajukan Teguh bersama-sama dengan Tim Advokasi Pembela Jurnalis (TAPJ).

 

Sebagaimana diketahui, kasus ini berawal ketika situs RM Online www.rakyatmerdeka.co.id edisi 2 Februari 2006 menampilkan 3 dari 12 gambar karikatur kontroversial tentang Nabi Muhammad yang diambil dari harian Jylland Posten Denmark edisi oktober 2005. Langkah ‘berani' RM Online kemudian menuai protes dan kecaman dari sejumlah kalangan Islam yang berujung pada dilaporkannya kasus ini ke Kepolisian.

 

Selaku Pemred, Teguh kemudian ditetapkan sebagai terdakwa dan dikenakan dakwaan Pasal 156a huruf a KUHP tentang delik penodaan agama. Atas dakwaan tersebut, Teguh melalui TAPJ kemudian mengajukan eksepsi pada 6 September 2006 yang intinya menegaskan bahwa pemuatan 3 karikatur Nabi Muhammad dalam situs RM Online tidak bermaksud menistakan ataupun melecehkan agama Islam, tetapi hanya bermaksud menyampaikan kepada publik mengenai kasus kontroversial pemuatan karikatur Nabi Muhammad SAW oleh harian Jylland Posten. Selain itu, TAPJ juga berpendapat JPU seharusnya menggunakan UU No. 40/1999 tentang Pers sebagai Lex Specialis dari KUHP untuk delik pers.

 

Majelis Hakim yang diketuai Wahjono dalam putusannya memiliki pendapat berbeda. Menurut majelis hakim, tindak pidana yang didakwakan kepada Teguh bukanlah delik pers tetapi tindak pidana umum, oleh karenanya yang diterapkan adalah KUHP. Namun begitu, majelis hakim menilai dasar hukum yang digunakan JPU dalam dakwaannya tidak tepat. Majelis hakim justru berpendapat JPU seharusnya menggunakan Pasal 157 ayat (1) KUHP, bukan Pasal 156a huruf a KUHP.  

Halaman Selanjutnya:
Tags: