Selamat Datang Daniel S. Lev Law Library
Berita

Selamat Datang Daniel S. Lev Law Library

Buku-buku itu harus dikembalikan kepada ilmuan muda Indonesia, supaya mereka bisa duduk, membaca, belajar, dan berpikir tentang bangsanya….

Oleh:
Red
Bacaan 2 Menit
Selamat Datang <i>Daniel S. Lev Law Library</i>
Hukumonline

 

Atas kesepakatan dan bantuan sejumlah pihak, semua koleksi itu akhirnya dikumpulkan dalam satu perpustakaan. Sebagai bentuk tribute kepada almarhum, perpustakaan itu dinamakan Daniel S. Lev Law Library. Perpustakaan itu akan dibuka untuk umum dan bisa diakses melalui www.danlevlibrary.net. Siapa tahu, ribuan koleksi itu melahirkan lebih banyak karya lain dari ilmuan muda Indonesia yang belajar ilmu hukum dan politik.

 

Pembukaan

Pembukaan Daniel S. Lev Law Library berlangsung secara sederhana di Jakarta Jum'at sore (24/11). Hadir dalam pembukaan itu sejumlah tokoh hukum Indonesia seperti mantan Jaksa Agung Marsillam Simanjuntak, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Erman Radjagukguk, Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Jimly Asshiddiqie, advokat Todung Mulya Lubis dan Arief T. Surowidjojo, serta Sidney Jones. Marsillam didaulat membuka secara resmi selubung nama perpustakaan yang terletak di Puri Imperium Office Plaza Kuningan itu.

 

Marsillam dalam sambutannya mencoba mengenang Prof. Dan sebagai orang yang yakin akan munculnya generasi muda Indonesia yang kritis. Daya kritis itu bisa dibangun dengan cara membaca buku sebanyak mungkin.

 

Sementara itu advokat sekaligus rekan  Prof. Dan, Arief T. Surowidjojo mengatakan bahwa perpustakaan ini didirikan untuk mengenang almarhum sekaligus meneruskan perjuangannnya dalam berpikir kritis dalam memandang dan menyelesaikan masalah. Lebih jauh, advokat Todung Mulya Lubis menegaskan perlunya membangun suatu jaringan untuk mendorong terus pembaruan hukum. Kita perlu membangun Daniel S. Lev Law Library Society untuk mendorong diskusi soal pembaruan hukum, ujarnya.

 

Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengapresiasi kehadiran lembaga-lembaga non-negara yang menyediakan informasi hukum secara lengkap. Ia justeru mengajukan sebuah gagasan penting: nasionalisasi lembaga swasta penyedia data dan informasi hukum. Tujuannya adalah agar program penyusunan database itu tetap berlangsung.

 

Itulah sebagian ‘wasiat' Daniel S. Lev menjelang ajal menjemputnya. Indonesianis dari Washington University, Seattle Amerika Serikat itu berpulang ke haribaan Tuhan dalam usia 72 tahun pada Sabtu 29 Juli 2006. Penyakit kanker paru telah menggerogotinya. Kita kehilangan seorang Indonesianis  yang mencintai Indonesia dengan tulus dan mempunyai keterlibatan emosi yang sangat dalam, kata Buyung, salah seorang sahabat sekaligus muridnya.

 

Prof. Dan –begitu murid-muridnya memanggil—meninggalkan banyak kenangan di Indonesia. Indonesia bukan saja menjadi lokasi dimana ia menghasilkan banyak tulisan, tetapi juga menjadi rumah kedua. Ia memiliki keterikatan intelektual dan spiritual dengan negara ini, dan dengan banyak pelajar Indonesia yang pernah menjadi mahasiswanya. Dalam sebuah tulisannya, Buyung menyebut Prof. Dan telah memberikan seluruh hidupnya untuk memajukan kehidupan intelektual, kehidupan demokrasi, memperkokoh pemahaman negara hukum dan pemerintahan konstitusional, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia di Indonesia.

 

Tidak mengherankan kalau sebelum meninggal, Prof. Dan membuat wasiat penting yang jarang dilakukan Indonesianis lainnya. Ia menghibahkan koleksi buku-bukunya kepada tiga lembaga yang selama ini berkecimpung di bidang hukum: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), hukumonline, dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP).

 

Ada sekitar ribuan buku, jurnal, makalah, dan paper yang disumbangkan Prof. Dan dari beragam disiplin ilmu. Tetapi pada umumnya adalah buku-buku hukum dan politik. Sebagian diantaranya  adalah buku langka yang sangat berharga. Misalnya, Varia Peradilan decade 1960-an, majalah PERADIN, dan catatan-catatan penelitian Dan Lev di Indonesia. Ada pula data statistik kasus Pengadilan Agama dari tahun 1950-an hingga 1970-an. Tentu saja buku-buku tulisan almarhum menjadi bagian penting dari koleksi perpustakaan. Termasuk karya monumentalnya The Transition to Guided Democracy: Indonesian Politics 1957-1959 (Cornell, 1966). 

 

Sesuai wasiat almarhum sebagaimana dikutip di atas, buku-buku koleksinya tak boleh didiamkan. Mereka harus dibaca, dijadikan sebagai sumber pelajaran dan diskusi. Ilmuan muda Indonesia harus memanfaatkan koleksi yang sangat berharga tersebut. 

Tags: