MA Buka Peluang Menggugat Bagi Korban Kecelakaan Kereta Api
Berita

MA Buka Peluang Menggugat Bagi Korban Kecelakaan Kereta Api

Perkara tabrakan KA Empu Jaya dan KA Gaya Baru di Brebes tujuh tahun lalu sudah diputus Mahkamah Agung. Hasilnya?

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
MA Buka Peluang Menggugat Bagi Korban Kecelakaan Kereta Api
Hukumonline

 

Keenam komponen ganti rugi

 

          biaya penguburan

          santunan kematian

          biaya antar jenazah

          biaya perjalanan pulang kembali ke stasiun awal dan stasiun tujuan

          penggantian barang atau surat yang hilang bagi korban yang memiliki surat tanda titipan atau angkutan barang atau surat bagasi

          biaya pengobatan sampai korban menjadi pulih

 

Namun dalam amar yang sama, pengadilan menegaskan bahwa besarnya biaya untuk komponen terakhir tidak melebihi jumlah maksimum asuransi yang ditutup KAI, serta belum dibayar perusahaan asuransi.

 

Pengacara penggugat, Sudaryatmo, menegaskan bahwa putusan MA telah membuka peluang bagi setiap korban kecelakaan kereta api untuk menggugat operator yang lali atau melakukan perbuatan melawan hukum. Meskipun menilai ada titik lemah putusan itu, Sudaryatmo tetap memberikan apresiasi karena pengadilan menyatakan PT KAI terbukti melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).

 

Majelis hakim menilai PT KAI menabrak ketentuan Staatsblad 1928 No. 200, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1963 tentang Peraturan Perkeretaapian. Berdasarkan ketentuan ini, dalam menjalankan kereta, operator harus memenuhi standar rangkaian kendaraan. Pada kereta api penumpang dengan kecepatan di atas 45 km/jam, di belakang lokomotif harus ditempatkan minimal satu rangkaian yang tak boleh diisi penumpang kecuali pegawai kereta api dan pegawai jawatan pos.

 

Begitulah aturan Pasal 87 ayat (1) Staatsblad tadi. Faktanya, KAI mengabaikan aturan itu. Tidak mengherankan, sebagian besar korban meninggal adalah penumpang yang ada di gerbong persis di belakang lokomotif.

 

Para tergugat yang memberi kuasa kepada jaksa pengacara negara sebenarnya coba menepis argumen yang dibangun kuasa hukum penggugat. Misalnya, dengan menyebut gugatan tersebut tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Perma No. 1 Tahun 2002 tentang gugatan perwakilan kelompok. Hal lain yang disorot adalah permintaan ganti rugi yang tidak jelas dan rinci. Namun, argumen-argumen itu ditepis majelis hakim agung.

 

Celah hukum

Ganti rugi hanya salah satu amar putusan majelis. Pada bagian lain amarnya, majelis juga menyetujui pembentukan Komisi Pembayaran Ganti Rugi. Pembentukan itu sesuai dengan petitum para penggugat. Komisi inilah yang kelak menjalankan dan memastikan tergugat membayar ganti rugi kepada para korban atau ahli warisnya.

 

Sesuai putusan, tujuh hari setelah putusan berkekuatan hukum tetap, komisi bertugas mengumumkan melalui media massa pendaftaran anggota kelompok. Mereka yang terdaftar harus menyerahkan bukti-bukti kerugian yang diderita.

 

Namun, Sudaryatmo melihat pembentukan Komisi Pembayaran Ganti Rugi itu masih menyisakan masalah. Pertama, siapa yang akan menanggung biaya-biaya pengumuman Komisi? Dalam amar majelis, hal itu tidak disinggung. Kedua, komisi tadi terdiri dari 2 orang wakil penggugat, 2 orang wakil tergugat, dan 1 orang dari Departemen Perhubungan. Dengan komposisi demikian, Sudaryatmo khawatir kepentingan korban kalah kalau keputusannya tergantung pada voting.

Nyonya Agus Yustianingsih tak kuasa menahan haru ketika hukumonline meminta tanggapan ibu rumah tangga itu atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang baru saja turun. Ia mengaku senang sekaligus terharu karena perjuangannya selama tujuh tahun ini tak sia-sia. MA menghukum PT Kereta Api Indonesia (KAI) untuk membayar ganti rugi kepada Agus Yustianingsih serta para korban dan ahli waris korban kecelakaan tabrakan maut KA Empu Jaya dan KA Gaya Baru.

 

Tujuh tahun lalu, Nyonya Agus harus kehilangan suaminya. Saat itu, sang suami menumpang KA Empu Jaya jurusan Pasar Senen � Yogyakarta. Tepat pukul 04.33, pada 25 Desember 2001, KA Empu Jaya �laga kambing' dengan KA Gaya Baru Malam jurusan Surabaya � Pasar Senen di Desa Ciampel Kecamatan Kersana, Brebes, Jawa Tengah. Suami Nyonya Agus menjadi salah satu dari 33 korban meninggal akibat tabrakan maut itu. Selain korban meninggal, masih ada 5 orang masuk ICU, 44 orang dirawat inap, dan sekitar 600 penumpang terlantar.

 

Kecelakaan nahas semacam itu seharusnya tidak terjadi. Kalaupun terjadi, harus ada yang bertanggung jawab. Atas dasar itulah, lima orang korban atau ahli waris mereka melayangkan gugatan secara class action ke pengadilan. Selain KAI, para korban juga menggugat Menteri Perhubungan, Menteri Negara BUMN, dan Menteri Keuangan. Akhirnya, MA menghukum KAI untuk membayar ganti rugi. Kami sebagai ahli waris bersyukur meski tak sepenuhnya dikabulkan, ujar Nyonya Agus dengan suara terbata-bata menahan isak.

 

Beban membayar ganti rugi itu tertuang dalam amar putusan MA yang baru diterima para pihak beberapa hari lalu. Majelis hakim agung beranggotakan H. Syamsuhadi Irsyad, H. Habiburrahman, dan H. Abdul Manan menolak permohonan kasasi yang diajukan PT KAI. Selain itu, pertimbangan dan putusan pengadilan sebelumnya dinilai MA sudah tepat dan tidak bertentangan dengan hukum. Dengan demikian, MA menguatkan putusan yang menghukum PT KAI.

 

Pengadilan sebelumnya (judex facti) mengabulkan gugatan Nyonya Agus dan kawan-kawan (dkk) sebagian. Selain menerima model gugatan perwakilan kelompok (class action), pengadilan menghukum KAI membayar ganti rugi atas enam komponen.

Halaman Selanjutnya:
Tags: