Dari Gangster Hingga Suami-Istri
Mengenal Akuntansi Forensik (1)

Dari Gangster Hingga Suami-Istri

Akuntansi forensik sangat berguna dalam berbagai aplikasi. Mulai dari mengusut penggelapan pajak hingga perhitungan harta gono-gini. Bisa juga untuk menggugat pemerintah.

Oleh:
Ycb
Bacaan 2 Menit
Dari Gangster Hingga Suami-Istri
Hukumonline

 

Pekerjaan belum selesai. Frank harus membuktikan, dari aktivitas untung-untungan ini, Al Capone kecipratan keuntungan. Usut punya usut, ada transfer keluar-masuk dari Western Union, perusahaan jasa keuangan tenar di negeri Paman Sam, selama 1927-1928. Terbukti, Al Capone dan keluarganya menerima transfer tersebut. Beberapa di antaranya dia terima di Miami atas nama yang berbeda.

 

Gamblang sudah, pentolan gangster ini ngibul. Jika tak punya pendapatan, kenapa bisa belanja AS$116.000? Pada 1931, pengadilan memvonis 11 tahun dan denda AS$280.000 bagi Al Capone. Pesakitan ini dikirim ke hotel prodeo kelas kakap, Alcatraz. Al Capone didakwa menggelapkan pajak atas penghasilan yang tak dia laporkan selama 1924-1929, sebesar AS$250.000. Polisi mentok, FBI juga keok. Tapi seorang akuntan berperan besar dalam menguak kasus ini, komentar Ratih Damayanti, seorang analis dari Direktorat Riset dan Analisis PPATK.

 

Di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) adalah salah satu lembaga yang sangat berkepentingan atas masalah fiskal ini. Prinsipnya, untuk menguak penggelapan pajak. Kita runut 'jalur darah' si wajib pajak, ujar Direktur Intelejen dan Penyidikan Ditjen Pajak Mochamad Tjiptardjo. Menurut Pak Cip, panggilan akrabnya, forensik ini sama halnya dengan metode investigatif.

 

Tak hanya mafia yang kena getah dari tindakan forensik ini. Koruptor kakap pun bisa dilacak. Akuntan senior Theodorus Tuanakotta mencatat aset Ferdinand Marcos juga diperiksa oleh akuntan forensik. Marcos adalah presiden Filipina 1965-1972 yang digulingkan lantaran korup dan otoriter.

 

Ratih juga mencatat prestasi lanjutan Frank. Pada 1932, akuntan asal Departemen Keuangan (Treasury) ini menguak kasus penculikan seorang bayi. Kasus ini dikenal dengan sebutan Lindbergh case. Cerdiknya, Dia meneliti dari toko mana asal stempel emas itu. Emas tersebut merupakan tebusan yang diminta oleh si penculik, sambung Ratih, yang mengambil studi akuntansi forensik dari McQuarie University, Australia ini. 

 

Dunia asuransi juga membutuhkan forensik. Terutama untuk menentukan besaran klaim yang berhak diterima oleh pembayar premi. Tak jarang, hitung-hitungan antara klien dan perusahaan asuransi berselisih. Kedua pihak, baik perusahaan asuransi maupun klien, bisa menyewa akuntan forensik untuk menyelesaikan selisih ini, ujar Ratih. Di Australia, profesi akuntan semacam ini disebut lost adjuster.

 

Pasangan suami-istri sebenarnya juga perlu jasa seorang akuntan forensik. Terutama untuk menaksir besaran aset kedua belah pihak. Kalau mau memisahkan harta kekayaan, perlu dibedakan yang mana hak suami dan mana hak istri. Terutama pada kasus perceraian, tukas Ratih.

 

Seorang warga yang sadar akan haknya bisa menggunakan pendekatan akuntansi ini. Misalnya, ada seseorang yang mengalami kecelakaan di jalan tol. Jika merasa ada kesalahan pada konstruksi jalan tersebut, warga itu bisa menggugat pemerintah. Akuntan forensik bisa mencari bukti, apakah pembangunan jalan ini sudah memenuhi standar keselamatan pemakai jalan atau tidak? tambah Ratih.

 

Sayangnya, menurut Ratih, gugatan dengan dalih hak warga untuk dilayani atau hak konsumen ini kurang lazim terjadi di Indonesia. Sepanjang catatan Hukumonline, ada seorang tamu yang terpeleset menuntut sebuah hotel terkenal di Bali.

 

Tak hanya Meja Hijau

Meski hampir selalu bersentuhan dengan hukum, bukan berarti forensik ini melulu atas permintaan pengadilan. Pada dasarnya siapapun bisa meminta digelarnya audit forensik, ujar dosen akuntansi Universitas Gadjah Mada Bambang Riyanto.

 

Hal senada juga dilontarkan Theo. Theo yang aktif di Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) ini berpendapat, jasa akuntan forensik ini bisa dipakai di luar pengadilan. Bedanya, menurut Bambang, yang juga Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini, pengadilan sifatnya lebih memaksa alias koersif.

 

Ratih pun sepakat. Forensik tak selalu bertalian dengan sejumlah kasus dengan segerbong rupiah. Temuan forensik juga bisa berupa rekomendasi atau advice, tuturnya. Ratih mencontohkan kinerja divisi pemasaran yang selalu merosot. Angka penjualan senantiasa naik, anehnya, omzet malah ajeg. Si akuntan bisa menemukan kejanggalan sistem akuntansi dan memberikan saran untuk membenahinya, sambung Ratih. Lain kata, selain menemukan fraud yang telah terjadi, akuntansi forensik juga berguna untuk mencegah kerugian pada masa yang akan datang.

 

Setelah mengenal beragam kegunaan akuntansi forensik, kita akan mengupas seluk-beluk metode forensik serta pernik profesi ini. Hukumonline akan menuangkannya pada seri tulisan selanjutnya.

Al Capone. Bukan nama fiksi ala film Hollywood atawa komik gangster. Tokoh ini memang nyata dan menjadi momok pada era 1920-1930-an di Chicago, Amerika. Pria berdarah Italia kelahiran New York 1899 dengan nama asli Alphonse Gabriel Capone ini dicurigai memiliki berbagai bisnis ilegal. Penyelundupan minuman beralkohol, penggelapan pajak, perjudian, prostitusi adalah nafkah baginya -di balik bisnis resmi furnitur.

 

Si muka parut (Scarface), julukannya, selalu licin bak belut. Mengaku tak pernah berpenghasilan, namun bergaya hidup mewah. Kala itu, 1929, penghasilan tak kena pajak (PTKP) sebesar AS$5.000. Pihak berwajib curiga, sang dedengkot menggembol kantong AS$50.000. Buntutnya, ada tengara penggelapan pajak.

 

Polisi maupun Biro Investigasi Federal (FBI) tak pernah lelah bergerak bagai dua sisi koin: terlihat sibuk menyelidik sekaligus terima uang bawah meja dari kaki tangan Al Capone. Mulai menelisik dokumen catatan bank, lembaga keuangan, menyadap telepon, hingga interogasi berbagai pihak. Namun, hasilnya nihil. Sebanyak dua juta dokumen yang telah dikumpulkan sejak enam tahun silam tak banyak mampu berbicara. Musim panas 1930 kala itu, awal pengusutan kasus ini, tak secerah dan sehangat wajah penegakan hukum.

 

Namun, titik balik bermula dari sebuah nama: Frank J Wilson. Bukan polisi maupun FBI yang mengungkit kasus ini. Melainkan seorang akuntan, cetus Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein, berkisah.

 

Frank memulai aktivitas forensiknya dari sebuah buku besar (ledger) tempat perjudian di daerah Cicero, Illinois, yang digerebek polisi. Aha. Muncullah Al Capone mengaku sebagai pemilik gelanggang judi ini. Si pencatat buku (bookkeeper) adalah alat bukti selanjutnya. Jadilah ia saksi.

Tags: